Kamis, 07 Mei 2009

perubahan iklim savana NTT akibat monsun asia-australia


Salah satu komponen segitiga kebakaran, ingat bukan segitiga api, adalah iklim. Semakin kering iklim akan memperbesar peluang terjadinya kebakaran dengan intensitas tinggi (I = HWR) Salah satu faktor penentu perubahan cuaca di NTT yang mempengaruhi jumlah intensitas kebakaran hutan dan lahan NTT adalah fenomena angin Monsun Asia - Australia. Apa dan bagaimana angin tersebut, silakan ikuti bahan di bawah ini.

Angin monsun di Asia dan Australia adalah sistem yang unik yang bergerak dari Kutub Utara sampai Kutub Selatan dalam satu musim dan kemudian membalik arah pada musim berikutnya. Sistem angin monsun tersebut tidak bersamaan dengan pola atmosfer global yang umum dan itulah sebabnya sifatnya unik. Penelitian ilmiah dewasa ini menunjukkan bahwa gelombang angin kutub yang dingin mengawali siklus angin monsun dalam dua jalur yang sudah tertentu, sebagaimana dibahas di bawah ini.

Angin monsun di bulan Juni sampai dengan bulan September. Selama periode ini, di belahan bumi selatan adalah musim dingin dan gelombang angin dingin bergerak di atas Australia dan di samudera sekitarnya. Terjadi sel tekanan tinggi di atas Australia dan angin berhembus ke arah khatulistiwa. Angin ini mengumpulkan kelembaban dan panas pada saat berhembus melewati samudera. Di Asia musimnya adalah musim panas dan kawasan (zona) antartropis bergerak ke sebelah utara India, melalui Cina Selatan, ke Filipina Utara. Kawasan panas maksimum (kira-kira 40°C) merentang dari bagian baratlaut sub-benua India ke Timur Tengah. Suatu sel tekanan rendah berkembang di sebelah utara India.

Pada Garis Khatulistiwa, angin yang berada di bawah pengaruh Efek Koriolis, berhembus ke kanan dan tertarik ke arah sel tekanan rendah dan menjadi angin monsun barat-daya yang kuat dan yang membawa hujan deras ke selatan, ke Asia Tenggara dan Timur pada saat angin itu bergerak ke arah utara. Di dekat Jepang, angin tersebut berayun ke arah timur laut dan bergerak ke arah kawasan kutub.

Angin monsun bulan November sampai Februari. Saat itu musim dingin di Asia Utara dan kawasan yang sangat dingin sekali (di bawah -40°C) berkisar di Siberia. Massa udara kutub yang dingin dan sel tekanan tinggi merentang di atas sebagian besar Asia (sampai ke Pegunungan Himalaya dan sebagian besar Cina). Angin barat laut bertiup dalam gelombang udara dingin dari Siberia ke arah Jepang, di mana angin tersebut berputar dan menjadi angin monsun timur laut, yang berhembus ke arah khatulistiwa. Di sana, Efek Koriolis menangkis angin yang bergerak dari barat laut ke arah Australia. Angin monsun ini diterima di Asia bagian timur dan selatan serta di Australia Utara. Di Australia terjadi musim panas, yang dalam suatu kawasan panas maksimum (di atas 40°C) berkembang bersama-sama dengan sel tekanan rendah yang berkisar di Gurun Australia. Angin monsun berhembus ke arah sel tersebut dan membawa hujan, kadang-kadang termasuk angin topan tropis, ke arah Australia bagian utara.

Angin monsun yang kuat juga mempengaruhi arus samudera. Jadi, angin baratdaya menyebabkan arus yang kuat di Lautan Arab dan Teluk Benggali, yang mengakibatkan arus samudera bergerak searah jarum jam selama bulan Juni sampai dengan bulan September sedangkan angin timur laut menyebabkan gerak berlawanan dengan arah jarum jam di samudera ini selama bulan November sampai Pebruari. Arus yang mengalir antara Korea dan Jepang mengalir ke arah utara selama angin monsun panas dan berbalik arah pada musim dingin.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

NAMA : ISRAN
NIM : 0805022834
SEMESTER : IV
JUDUL : SISTEM PETERNAKAN LAHAN KERING DI TENAU

SISTEM PETERNAKAN LAHAN
KERING DI TENAU
Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu Provinsi yang terdapat di Indonesia yang beribukotakan Kupang, dimana beberapa tahun silam pernah dijuluki sebagai Gudang Ternak kini memiliki populasi ternak yang dari tahun ke tahun semakin berkurng, sehingga tidak pantas lagi disebut sebagai Guang Ternak. Hal ini disebabkan karena berbagai factor yang sudah tidak mendukung lagi, seperti kurangnya produksi pakan untuk ternak, pengetahuan cara beternak yang kurang, curah hujan dan lain-lain. Salah satu tempat di Kupang yang merupakan sebagian masyarakat hidup dengan cara bertenak adalah adalah Tenau, di sini akan dibahas mengenai kondisi peternakan lahan kering di tenau.
1. Tanah
Kondisi kesuburan tanah di Kupang khususnya di Tenau sangat kritis, karena sebagian besar lahanya terdiri dari pegunungan atau dataran tinggi yang barbatu-batu sehingga rumput yang ada sangat minim atau kurang memadai untuk pakan ternak.
2. Curah hujan
Sebagaimana letaknya Kupang terletak di Indonesia bagian tengah, jadi kondisi hujan sangat minim yaitu lebih kecil dari 60 mm / tahun atau musim kemarau lebih besar dibandingkan dengan musim penghujan. Selain itu tanah yang kurang mampu untuk menyimpan air pada waktu musim kemarau datang.
3. Pendidikan penduduk
Mengenai pendidikan yang dimilki oleh sebagian besar penduduk di Tenau sebagian besarnya berpendidikan rendah, hal ini disebabkan karena factor ekonomi dan adat-istiadat yang masih melekat pada masyarakat pribumi kita dan termasuk semua propinsi di Negara Indonesia.
4. Mata pencaharian penduduk
Adapun mata pencaharian yang dimiliki oleh penduduk Kota Tenau bermacam-macam profesi, seperti bertani dan bercocok tanam, nelayan, wriaswasta dan lain-lain.



Bedasarkan dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa, di Kupang khusunya di Tenau cara beternak atau cara bertani oleh masyarakat yaitu melalui penggunaan lahan kering yang tersedia karena mengikuti adaptasi sesuai dengan kondisi yang ada sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Anonim mengatakan...

NAMA : YOHANES BANI LOLO
NIM : 0705022607
JUDUL : PEMELIHARAAN SAPI ONGOLE SECARA INTENSIF DI KAB. SUMBA TIMUR

bahan kuliah 2, MK Pengendalian Kebakaran dan Penggembalaan Liar, Prodihut, S1

Fakta Empirik Kebakaran dan Penggembalaan Liar di Indonesia  Musim kemarau panjang di Indonesia identik dengan masalah akut seputar...