Senin, 19 Februari 2018

bahan kuliah 1 MK "Pengendalian Perubahan Iklim", Prodihut, S1



Iklim dan Neraca Energi Global
A. Iklim
Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca berdasarkan waktu yang panjang untuk suatu lokasi di bumi atau planet lain. Studi tentang iklim dipelajari dalam klimatologi.
Iklim di suatu tempat di bumi dipengaruhi oleh letak geografis dan topografi tempat tersebut. Pengaruh posisi relatif matahari terhadap suatu tempat di bumi menimbulkan musim, suatu penciri yang membedakan iklim satu dari yang lain. Perbedaan iklim menghasilkan beberapa sistem klasifikasi iklim.
Klasifikasi iklim merupakan usaha untuk mengidentifikasi dan mencirikan perbedaan iklim yang terdapat di bumi. Akibat perbedaan latitudo (posisi relatif terhadap khatulistiwa, garis lintang), letak geografi, dan kondisi topografi, suatu tempat memiliki kekhasan iklim.
Klasifikasi iklim biasanya terkait dengan bioma atau provinsi floristik karena iklim mempengaruhi vegetasi asli yang tumbuh di suatu kawasan. Bioma secara iklim dan geografis berarti wilayah yang memiliki sifat geografis dan/atau iklim yang sama, seperti komunitas tumbuhan, hewan, organisme tanah, bakteri, dan virus;[1][2] sering juga disebut ekosistem. Beberapa bagian bumi memiliki jumlah makhluk hidup dan makhluk tak hidup dalam takaran yang berbeda, yang menjadi dasar pembagian bioma. Bioma juga ditentukan oleh stuktur tumbuhan (seperti pohon, semak, dan rerumputan), jenis daun, jarak antar tumbuhan, dan iklim. Berbeda dengan zona flora dan fauna, bioma tidak dibedakan menurut genetik, taksonomi, atau kesamaan sejarah.

 
Klasifikasi Koeppen dan Geiger
Klasifikasi Koeppen pertama kali diajukan oleh Wladimir Köppen (Jerman). Sistem ini lalu direvisi beberapa kali oleh Köppen sendiri. Selanjutnya, bersama dengan Geiger, klasifikasi ini lalu diperbaiki.
Selain berdasarkan parameter iklim (seperti suhu udara, presipitasi, dan radiasi surya harian), klasifikasi ini juga mendasarkan pada tipe vegetasi suatu tempat.
Ada lima kelompok iklim utama dalam klasifikasi ini, yang masing-masing lalu dipilah lagi. Lima kelompok ini adalah
  • Iklim A, iklim tropika basah
  • Iklim B, iklim kering atau setengah kering
  • Iklim C, iklim dengan variasi suhu tahunan yang jelas
  • Iklim D, iklim sirkumpolar
  • Iklim E, iklim kutub
Klasifikasi Schmidt dan Ferguson
Klasifikasi ini sangat populer di Indonesia dan beberapa negara tetangga yang memiliki musim kering-musim hujan. Menyadari bahwa variasi iklim Indonesia sangat beragam, Kementerian Perhubungan meminta kedua sarjana tersebut untuk membuat suatu sistem klasifikasi yang cocok bagi keadaan Indonesia.
Terdapat delapan kelompok iklim yang didasarkan pada nisbah bulan kering (BK) ke bulan basah (BB), yang disimbolkan sebagai Q (dalam persen). Bulan kering adalah bulan dengan presipitasi total di bawah 60 mm dan bulan basah adalah bulan dengan presipitasi total di atas 100 mm.
Delapan kelompok iklim menurut Schmidt dan Ferguson adalah
  • Iklim A, Q < 14,3, daerah sangat basah, hutan hujan tropis;
  • Iklim B, 14,3 =< Q < 33,3, daerah basah, hutan hujan tropis;
  • Iklim C, 33,3 =< Q < 60,0, daerah agak basah, hutan rimba peluruh (daun gugur pada musim kemarau);
  • Iklim D, 60,0 =< Q < 100,0, daerah sedang, hutan peluruh;
  • Iklim E, 100,0 =< Q < 167,0, daerah agak kering, padang sabana;
  • Iklim F, 167,0 =< Q < 300,0, daerah kering, padang sabana;
  • Iklim G, 300,0 =< Q < 700,0, daerah sangat kering, padang ilalang;
  • Iklim H, Q >= 700,0, daerah ekstrem kering, padang ilalang.

Klasifikasi iklim yang paling umum dikenal adalah klasifikasi Koeppen dan Geiger. Klasifikasi ini berlaku untuk seluruh dunia sehingga sering dirujuk untuk kajian-kajian geologis dan ekologi. Beberapa negara mengembangkan klasifikasi iklim sendiri untuk mengatasi variasi iklim tempatan yang beragam. Indonesia, misalnya, lebih sering menggunakan sistem klasifikasi Schmidt dan Ferguson (SF)[1], yang ternyata disukai untuk kajian-kajian kehutanan dan pertanian. Sistem SF didasarkan pada klasifikasi yang terlebih dahulu disusun oleh Mohr, namun diperhalus kriterianya.
Berdasarkan posisi relatif suatu tempat di bumi terhadap garis khatulistiwa dikenal kawasan-kawasan dengan kemiripan iklim secara umum akibat perbedaan dan pola perubahan suhu udara, yaitu kawasan tropika (23,5°LU-23,5°LS), subtropika (23,5°LU-40°LU dan 23°LS-40°LS), sedang (40°LU-66,5°LU dan 40°LS-66,5°LS), dan kutub (66,5°LU-90°LU dan 66,5°LS-90°LS).

B. Neraca Energi Global

Semua aspek dari sistem iklim di bumi dengan unsur-unsurnya seperti angin, hujan, awan dan suhu  adalah hasil dari perpindahan dan perubahan energi antara permukaan bumi dan  atmosfir.  Pertukaran energi ini, yang membentuk dan mengendalikan iklim, adalah titik pusat pembahasan pada bab ini.  Seluruh proses dimulai waktu energi dari matahari mencapai puncak atmosfir dalam bentuk energi radiasi.  Energi ini diteruskan ke bawah melalui atmosfir, berinteraksi dengan atmosfir dan seba­gian dari energi ini dipantulkan kembali ke ruang angkasa, beberapa diserap dan diubah menjadi panas dan beberapa diteruskan menuju permukaan bumi. 

Radiasi yang menembus atmosfir dan diserap permukaan bumi dapat memanaskan permu­kaan bumi, lalu menguapkan air, mencairkan salju dan memanaskan lapisan tanah di bawah permukaan bumi.  Energi yang telah diubah ini pada akhir­nya kembali ke atmosfir dan kembali ke ruang angkasa lagi dalam bentuk radiasi balik.  Keragaman dalam jumlah energi radiasi yang diterima dari matahari dan keragaman dalam jumlah yang berinteraksi antara bumi dan atmosfir menciptakan perbedaan dalam pertukaran energi secara waktu dan tempat dan hal ini yang merupakan penyebab dari iklim.

Aliran Energi

Seluruh proses dari pertukaran energi di dalam sistem bumi - atmos­fir dapat diringkas dalam sebuah aliran energi.  Gambar ini menunjukkan jumlah dan ragam yang begitu banyak dari bentuk energi yang mungkin ada dan kemampuan sistem dalam menyimpan energi.  Pertukaran energi berlangsung setiap saat dan dalam skala waktu yang beragam. 

Beberapa proses pertukaran energi berlangsung cukup cepat sehingga tidak terlihat.  Contoh yang umum adalah pembentukan tebaran-tebaran awan pada siang hari padahal cuaca pada pagi harinya cerah tidak berawan.  Kejadian ini dapat diterangkan sebagai berikut : sepanjang hari energi dari matahari digunakan untuk memanaskan air dari permukaan bumi dan bagian dari energi yang digunakan untuk menguapkan merupakan salah satu bentuk perpindahan energi.  Dengan pemanasan matahari udara ini akan naik, kekuatan dari proses gerakan ini biasanya meningkat sepanjang pagi sehingga menjelang tengah hari ketinggian dari udara yang naik sudah cukup untuk memaksa uap air berkondensasi dan membentuk awan.  Energi yang tersimpan dalam awan-awan ini adalah energi potensial yang segera akan dilepas pada kondisi yang tepat untuk membentuk hujan, jadi ini adalah proses penyimpanan energi dalam jangka waktu yang pendek. Proses penyimpanan energi dalam jangka waktu yang lebih panjang adalah seperti pada saat kita menggunakan batubara atau minyak bumi. Dalam hal ini kita menggunakan bentuk akhir dari proses pertukaran energi yang mungkin memakan waktu jutaan tahun.  Energi radiasi matahari secara langsung digunakan untuk pertumbuhan tanaman dan pembentukan jaringan-jaringan pada tubuh hewan yang pada waktu tanaman dan hewan-hewan ini terkubur, energi tadi tersimpan dan diubah menjadi batubara atau minyak bumi.  Akhirnya, kita sekarang ini menggunakan fosil energi radiasi untuk menciptakan panas.

Kesetimbangan Energi:

Kesetimbangfan energi beramakna bahwa permukaan bumi kehilangan energi sebanyak jumlah yang diteri­manya. Kehilangan dan kemasukan energi juga berlaku untuk atmosfir dan untuk planet bumi secara keseluruhan, sehingga ada keseimbangan radiasi yang diperta­hankan secara global dan tahunan.  Tanpa keseimbangan ini akan terjadi perubahan iklim yang sangat cepat. 

Radiasi dibagi dalam 2 kategori yaitu radiasi surya yang datang dalam bentuk gelombang pendek dan radiasi bumi yang pergi dalam bentuk gelombang panjang.  Pembagian yang mendasar antara radiasi surya dan bumi didasarkan pada perbedaan sifat alami­ah dan sifat radiasi elektromagnetik dari masing-masing bentuk tersebut dan hal ini akan dijelaskan kemudian.  Pembagian ini tidak hanya merupakan penerapan yang penting untuk sistem iklim di bumi ini, tetapi juga penting secara praktis untuk pengamatan bumi dan atmosfirnya melalui satelit.

Dalam skala waktu beberapa tahunan akan terjadi angka yang kira-kira sama antara jumlah radiasi surya yang diterima dari matahari di puncak atmosfir dengan jumlah radiasi gelombang panjang yang dilepas ke angkasa.  Karena itu terjadi keseimbangan radiasi secara global. 

Keragaman kecil akan terjadi dari tahun ke tahun, contohnya, sebagai akibat keragaman output matahari.  Akan tetapi keseimbangan harus dipertahankan jika iklim dalam skala panjang dikehendaki stabil.  Dapat dipastikan bahwa kehadiran dari ketidak seimbangan meskipun kecil tetapi berlangsung untuk waktu yang lama akan menyebabkan variasi iklim dan mungkin akan menjadi salah satu sebab dari peruba­han iklim.

Perbedaan Arus Energi Secara Lintang

Keseimbangan energi yang terjadi adalah suatu gejala global.  Tidak ada tempat atau wilayah khusus yang secara individual berada dalam keseimbangan radiasi.  Justru ketidak seimbangan secara lokal yang menyebabkan terjadinya iklim seperti yang telah kita ketahui. 
Ketidak seimbangan pada setiap lintang dengan mudah digambarkan dengan membandingkan nilai rata-rata radiasi surya  yang diserap dan radiasi infra merah yang dipancarkan oleh sistem secara lintang. Jumlah dari energi radiasi yang diserap dipengaruhi oleh jumlah total yang datang dan oleh albedo sehingga pada lintang tinggi kehadiran es dan salju banyak mengurangi radiasi surya yang jumlahnya memang sudah sedikit.  Demikian juga meningkatnya albedo tepat di sebelah utara ekuator yang disebabkan oleh banyaknya awan di daerah ini menyebabkan berkurangnya radiasi surya yang diserap daerah ini.

Berlawanan dengan perbedaan yang besar dari radiasi surya yang diserap antara di ekuator dan di kutub, hanya ada sedikit perbedaan untuk radiasi gelombang panjang yang dipancarkan.  Dari hal ini dapat dikatakan bahwa perbedaan suhu antara ekuator dan kutub jauh lebih kecil dibandingkan jika radiasi surya merupakan satu-satunya penyebab perbedaan. Pada kenyataannya rata-rata kondisi iklim tahunan pada setiap lin­tang jauh lebih menyenangkan dibanding jika setiap jika setiap daerah berada dalam keadaan seimbang secara radiatif.  Atmosfir bekerja sangat efisien untuk menyebarkan kembali energi. 

Lintang-lintang tropis didinginkan dengan cara mengirimkan energi ke daerah lintang tengah dan tinggi yang menyebabkan daerah-daerah ini mendapat energi dan menjadi lebih panas.  Penyebaran kembali energi adalah akibat langsung dari perbedaan suhu antara kutub dan ekuator, dan perbedaan itu sendiri adalah sebab dari ketidakseimbangan radia­si di setiap lintang. 

Pengangkutan antar lintang dicapai dengan perpindahan energi secara horizontal dengan menggunakan baik sirkulasi atmosfir maupun sirku­lasi laut.  Seluruh proses ini bekerja dalam cara yang sedemikian rupa sehingga seluruh sistem yang dikontrol oleh ketidakseimbangan radiasi mencoba untuk mencapai keseimbangan.

Neraca Radiasi di Permukaan

Permukaan bumi adalah lokasi dari perubahan energi yang terpenting dalam aliran energi secara global yaitu penyerapan radiasi surya dan pemancaran radiasi infra merah.  Permukaan  bumi juga mengalami keseimbangan energi seperti pada rata-rata tahunan secara global, jumlah energi yang mencapai permukaan sama dengan yang meninggalkan­nya.  Tetapi, di permukaan bumi tidak tepat untuk hanya berfikir dari segi arus radiasi. 

Di permukaan bumi, arus dari panas laten dan panas terasa (yang tidak bersifat radiasi) harus disertakan, dengan demikian berarti bukan keseimbangan radiasi di permukaan dalam arti sebenarnya. Untuk neraca radiasi di permu­kaan bumi lebih bermanfaat untuk mempertimbangkan jumlah total radiasi pada semua panjang gelombang yang diserap permukaan.


Dengan demikian radiasi neto di permukaan digambarkan sebagai:

Q* = K - K + L- L = (1 -A)K+L - εσ Ts4)  (2.2)

dalam hal ini:
Q = radiasi neto
K = Arus gelombang pendek
L = Arus gelombang panjang
A = Albedo permukaan
ε = Emisivitas

Bentuk yang pertama dari persamaan menekankan bahwa radiasi neto adalah jumlah dari semua arus, sementara bentuk yang kedua menekan­kan pada peranan karakteristik permukaan (terutama albedo permukaan A dan emisivitas ε) dalam menentukan jumlah radiasi yang diserap.

Siklus harian Neraca Radiasi di Permukaan

Dalam skala harian, unsur gelombang pendek K adalah komponen dari radiasi neto Q* yang paling bervariasi dalam jumlah. Komponen ini beragam sesuai (tergantung) ketinggian lintang, musim dan  waktu dalam hari.  Komponen radiasi surya neto hanya mengikuti bentuk komponen radiasi datang, besarnya keragaman diperlemah oleh pengaruh albedo permu­kaan. 

Radiasi gelombang panjang yang datang lebih seragam.  Jumlah­nya yang tergantung pada suhu dan kelembaban udara dibawahnya, akan berubah melalui pengaruh tertentu seperti gerakan horizontal yang berkaitan dengan angin. 

Radiasi neto keseluruhan Q* nampaknya mengikuti komponen neto gelom­bang pendek  dengan agak erat, meskipun hubungannya lebih erat pada hari yang tidak berawan (Gambar 2.11a), sehingga tidak ada pola harian yang dapat diduga secara lengkap dari pertimbangan komponen yang bersifat radiatif saja. 

Kalau pergerakan udara relatif kecil peningkatan radiasi gelombang panjang yang datang (L ) diharapkan terjadi pada siang hari bersa­maan dengan pemanasan atmosfir oleh serapan langsung energi surya dan oleh pemindahan panas dari lapisan yang dibawahnya.  Permukaan itu sendiri akan dipanaskan oleh penyerapan radiasi dan jumlah gelombang panjang yang pergi (L ). 

Nilai maksimum dari L (yang bernilai negatif karena itu terdapat lekukan pada Gambar 2.11a) akan tercapai lebih lambat daripada waktu pencapaian maksimum (K-K) karena pemanasan akan terus terjadi sepanjang nilai radiasi neto positip. 

Sepanjang malam, Q* cenderung bernilai negatip.  Hanya komponen gelombang panjang yang bekerja aktif karena itu nilai Q* akan ber­gantung pada perbedaan suhu radiatif antara atmosfir dan suhu permu­kaan.  Dengan demikian ada kecenderungan kehilangan gelombang pan­jang lebih besar pada malam yang tidak berawan dibandingkan waktu awan menutup jendela atmosfir.         

Meskipun temperatur permukaan menggambarkan pengaruh radiasi neto, masih ada aliran energi lain yang mempengaruhi permukaan dan akhir­nya merubah temperaturnya.  Dengan demikian untuk memahami bagaimana temperatur permukaan bumi terbentuk dan bagaimana keragamannya secara tempat dan waktu, harus dipertimbangkan hubungan antara energi dan temperatur dan neraca energi di permukaan.

Tidak ada komentar:

bahan kuliah 2, MK Pengendalian Kebakaran dan Penggembalaan Liar, Prodihut, S1

Fakta Empirik Kebakaran dan Penggembalaan Liar di Indonesia  Musim kemarau panjang di Indonesia identik dengan masalah akut seputar...