BORONG, PK--Sejumlah anakan mahoni dan nangka yang ditanam di lokasi proyek gerakan rehabilitasi hutan dan lahan (Gerhan) di wilayah Dusun Mausui, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur dalam kondisi mati. Diduga struktur tanah tidak cocok untuk jenis pohon itu.
Frans dan Eman, warga Mausui, kepada Pos Kupang, Jumat (25/7/2008) mengatakan, saat koker (pembibitan) anakan dalam kondisi bagus. Warga yang ikut ambil bagian dalam proyek gerhan antusias menanam pada lahan puluhan hektar, di hamparan
Menurut mereka, tanaman ini bisa hidup jika ada pagar batas antara lokasi tanaman proyek gerhan dengan
Selain itu, perlu dipikirkan bibit yang tepat untuk lokasi itu. Struktur tanah di sini tidak cocok untuk dua jenis anakan itu.
"Kami tidak tahu mengapa pemerintah tanam mahoni dan nangka. Jika mau berhasil harus diganti dengan anakan yang lebih cocok," saran Frans.
Pantauan Pos Kupang di Wolo Kole dan sekitarnya, anakan yang tanam di padang rumput tidak tumbuh baik dan banyak yang mati. Beberapa pohon di sekitar hutan masih bertahan hidup. Ada tiga unit pondok di Wolo Kole, Bela Paka Ratu dan Sarambira, sementara rumput liar tumbuh subur.
Salah seorang staf Dinas Kehutanan Manggarai, yang enggan menyebutkan namanya mengatakan, pihaknya sudah memantau ke lokasi itu dan banyak anakan mati. "Saat di koker anakan tumbuh bagus namun tapi di lapangan banyak yang mati," katanya.
Sementara KTU Dinas Kehutanan Manggarai, Klemens Nggangga, S.H, ditemui Pos Kupang menegaskan, pihaknya segera mengambil sikap namun perlu ada koordinasi internal dengan tim lingkup dinas.
Untuk diketahui, proyek Gerhan di Manggarai menelan dana Rp 13 miliar. Proyek ini menyebar di beberapa wilayah di Manggarai dan Manggarai Timur. (*)
Kumpulan Bahan Kuliah bagi Mata Kuliah yang diasuh di semua prodi dan semua strata di Undana, Kupang
Senin, 28 Juli 2008
Bahan Kuliah Padang Rumput: Analisis masalah integrated farming land use
Rabu, 23 Juli 2008
Nama di Dalam Direktori Doktor Indonesia
Jumlah : 6739 First | Previous | 308 309 310 311 312 313 314 315 316 317 | Next | Last
Jumlah : 6739 First | Previous | 308 309 310 311 312 313 314 315 316 317 | Next | Last |
Minggu, 20 Juli 2008
Draft Naskah Akademik Ranperda NTT Tentang Pengelolaan DAS Terpadu
NASKAH AKADEMIK
RANPERDA Tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu
Nusa Tenggara Timur dengan luas wilayah daratan sebesar 47.349,9 km2 merupakan provinsi kepulauan yang terdiri dari 566 pulau. Dari jumlah tersebut baru sebanyak 42 pulau yang sudah berpenghuni sedangkan sebanyak 524 pulau belum berpenghuni. Secara geografis, wilayah kepulauan Nusa Tenggara Timur memiliki batasan wilayah administratif dengan batas-batas wilayah adalah pada bagian utara berbatasan langsung dengan laut Flores, pada bagian selatan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia, sebelah Timur berbatasan langsung dengan negara tetangga Timor Leste dan pada bagian barat berbatasan langsung dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Provinsi Nusa Tenggara Timur telah terbagi dalam 17 wilayah Kabupaten dan 1 Kota, dengan karakteristik biofisik, satuan lahan dan sumberdaya alam yang berbeda. Berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Propinsi Dati I Nusa Tenggara Timur No. 46 Tahun 1996, tentang Penetapan Hasil Paduserasi Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi dan TGHK, maka luas kawasan hutan menjadi 1.808.981,27 Ha dan berdasarkan fungsinya dapat diperinsi sebagai berikut:
i. Kawasan Lindung seluas 1.081.546,53 Ha yang terdiri dari : Hutan Lindung seluas 731.216,97 Ha; Cagar Alam seluas 66.653,25 Ha; Suaka Marga Satwa seluas 18.916,81 Ha; Pantai Hutan Bakau seluas 40.695,54 Ha; Taman Nasional seluas 59.058,53 Ha; Taman Buru seluas 5.850,67 Ha dan Taman Wisata seluas 159.154,76 Ha.
ii. Kawasan Budidaya seluas 727.434,74 Ha yang terdiri : Hutan Produksi Terbatas seluas 197.249,73 Ha; Hutan Produksi Tetap seluas 428.357,98 Ha dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi seluas 101.827,03 Ha.
Sementara itu data yang bersumber dari Data Rekalkulasi Hutan Indonesia hasil citralandsat (2002), dari total luas lahan daratan NTT, yaitu 4.7294,9 juta ha, terdapat luas hutan dalam berbagai ragam bentuknya sebesar 954.9 ribu ha sedangkan luas kawasan non-hutan 3.274,7 ribu ha. Sebuah data lain, yaitu data Neraca Sumberdaya lahan spatial NTT pada tahun 1998 (Bappeda NTT, 1999) menunjukan bahwa luas hutan NTT sekitar 1.8 juta ha, padang belukar 1.79 juta ha dan sisanya terdapat dalam berbagai ragam bentuk seperti pemukiman dan lain sebagainya. Dalam persepktif pengelolaan sumberdaya alam, maka data-data di atas memberi gambaran tentang potensi sumberdaya NTT yang merupakan investasi pembangunan yang harus dikelola secara benar, bertanggungjawab dan berkelanjutan.
Potensi dan Permasalahan Daerah Aliran Sungai di NTT
Seluruh daerah spatial NTT terbagi menjadi 307 Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan karakteristik yang beragam dan unik dengan perkiraan luas wilayah DAS NTT sekitar 1 juta ha atau sekitar 25% dari total luas wilayah NTT. Tabel berikut ini memberikan petunjuk tentang potensi wkayah DAS di NTT.
Tabel 1. Sebaran Daerah Aliran Sungai (DAS) berdasarkan satuan kepulauan di Nusa Tenggara Timur
No. | Nama Pulau | Luas Wilayah (Km2) | Persentase | Luas Wilayah DAS |
1 | Alor | 2.073,40 | 4,4 | 91.2296 |
2 | Adonara | 518,80 | 1,1 | 5.7068 |
3 | Flores | 14.231,00 | 30,1 | 4283.531 |
4 | Komodo | 332,40 | 0,7 | 2.3268 |
5 | Lomblen | 1.266,00 | 2,7 | 34.182 |
6 | Pantar | 711,80 | 1,5 | 10.677 |
7 | Rote | 1.214,30 | 2,6 | 31.564 |
8 | Rinca | 212,50 | 0,4 | 0.85 |
9 | Sumba | 11.040,00 | 23,3 | 2572.32 |
10 | Sabu | 421,70 | 0,9 | 3.7953 |
11 | Semau | 261,00 | 0,6 | 1.566 |
12 | Solor | 226,20 | 0,5 | 1.131 |
13 | Timor | 14.394,90 | 30,4 | 4376.0496 |
14 | Pulau lainnya | 445,90 | 0,9 | 4.0131 |
| Nusa Tenggara Timur | 4.734.990 | 100 | 1.141.894,2 |
Sumber : NTT dalam Angka, 2005.
Dari Tabel di atas terlihat bahwa di seluruh NTT terdapat sekitar 1.141.894,22 ha merupakan wilayah DAS yang secara teoritis merupakan satuan ruang hidup, yang di dalamnya dijumpai keanekaragaman potensi sumberdaya alam, meliputi aspek kehutanan, pertanian, peternakan, sumberdaya air, jasa lingkungan dan aspek sosial budaya masyarakat lokal yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya hutan, lahan dan air. Disamping itu sebagian wilayah DAS juga berperan penting dalam fungsinya sebagai kawasan konservasi. Sebagai misal, kawasan-kawasan konservasi terpenting di NTT seperti Hutan Cagar Alam Mutis dan Taman Nasional Manupeu Tanadaru merupakan kawasan hulu bagi sungai besar dan penting yang ada di Pulau Timor dan Sumba.
Dewasa ini, kondisi DAS NTT kebanyakan dijumpai dalam keadaan yang menyedihkan. Berikut ini akan dikutipkan berapa data yang menunjukan kondisi lahan di NTT terkait isu Daerah Aliran Sungai. Berpedoman pada data hasil citra landsat tahun 2004, diketahui bahwa laju lahan kritis di NTT telah mencapai 2.195.756 ha atau 46% dari luas wilayah sebesar 4.735.000 ha. Indikasi ini diperkuat dengan laju kehilangan hutan di Pulau Sumba rata-rata 6000 ha/tahun, sehingga tutupan hutan saat ini tinggal 7% (Kinnaird, et.al., 2003). Sedangkan di Timor Barat, degradasi lahan mengalami percepatan yang diindikasikan oleh meningkatnya lahan kritis pada wilayah DAS Benain Noelmina. Perbandingan hasil intrepretasi foto udara tahun 1981 dengan hasil citra landsat tahun 2004, menunjukan bahwa dalam 22 tahun terakhir terjadi peningkatan lahan kritis pada DAS Benain sebesar 255.960 ha dengan rata-rata 11.635 ha/tahun, sedangkan pada DAS Noelmina mencapai 50.603 ha dengan rata-rata sebesar 2300 ha/tahun, sehingga hutan yang masih ada di DAS Noelmina seluas 22.460 ha. Jika kondisi ini tidak tertangani dengan baik maka diperkirakan tutupan vegetasi di sepanjang DAS Benenain Noelmina akan habis pada tahun 2013 (Fordas NTT, 2006).
Data pada Dinas Kehutanan NTT (2006) memperlihatkan bahwa rata-rata laju peningkatan lahan kritis di Nusa Tenggara Timur selama 20 tahun terakhir mencapai 15.163,65 ha/tahun, sedangkan kemampuan pemerintah melaksanakan rehabilitasi hanya 3.615 ha/tahun, sehingga deviasi antara laju degradasi dan upaya penanaman mencapai 4 : 1. Deviasi akan meningkat tajam menjadi 8 : 1 apabila persentase tumbuh tanaman hanya mencapai 50% dari jumlah yang ditanam. Hal ini memberikan indikasi bahwa program-program rehabilitasi lahan yang dikerjakan oleh pemerintah masih jauh tertinggal dibandingkan dengan kecepatan hilangnnya sumber daya vegetasi di sepanjang DAS. Patut di catat bahwa menghilangnya vegetasi DAS secara langsung akan berdampak pada hilangnya fungsi tata air tanah permukan yang merupakan fungsi terperting dari setiap DAS. Hamilton dan King (1988) serta Asdak (2002) menyatakan bahwa kekeringaan dalam jangka panjang, ancaman banjir dan erosi akan meningkat sejalan dengan berkurangnya tutupan vegetasi di daerah DAS. Singkat kata, DAS di NTT dewasa ini menghadapi permalasahan yang kompleks dan saling terkait yang dapat terlihat dalam beberapa gejala antara lain terjadinya erosi, banjir, dan kekeringan.
1. Pengelolaan DAS berlandaskan pada asas keterpaduan, kelestarian, kemanfaatan, keadilan, kemandirian (kelayakan usaha) serta akuntabilitas.
2. Pengelolaan DAS diselenggarakan secara terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Syarat keterpaduan dalam pengelolaan DAS merupakan keharusan karena sifat-sifat alami yang dimiliki oleh DAS itu sendiri, yaitu DAS merupakan suatu ekosistem alami hulu-hilir. Sebagai suatu ekosistem alam maka komponen-komponen ekosistem terdiri atas komponen klimatik, edafik, biotik dan sosial yang eksis secara holistik. Artinya, angin, udara, air, tanah, tumbuhan, ternak, manusia dan sistem sosialnya disepanjang DAS adalah suatu kesatuan yang tidak terpisahkan kendati di antara komponen-komponen tersebut terdapat perbedaan-perbedaan. Kemudian, sebagai suatu ekosistem hulu-hilir maka sistem DAS tunduk kepada prinsip ekternalitas DAS. Asdak (2002) menguraikan bahwa sifat externalities dalam DAS terjadi karena aliran sungai memiliki hulu dan hilir yang menerangkan tentang lokus aliran sungai. Interaksi dalam DAS selalu bersifat lintas batas, baik batas wilayah administrasi, politik, sosial, budaya, dan ekonomi. Kekacauan (entropi) pengelolaan yang terjadi di hulu dapat menimbulkan kekacauan di hilir meskipun di hilir pengelolaan mungkin saja dikelola secara baik. Oleh karena itu, pengelolaan DAS akan dikatakan baik jika keseluruhan keuntungan dan korbanan sosial, ekonomi dan budaya ditanggung secara bersama secara proporsional oleh seluruh aktor atau stakeholder di sepanjang DAS. Oleh karena itu, secara teoritis, pengelolaan DAS memang harus dilakukan secara terpadu karena:
1. Terdapat keterkaitan antara berbagai kegiatan (multi sektor) dalam pengelolaan sumbar daya alam dan pembinaan aktivitas manusia dalam penggunaannya;
2. Melibatkan berbagai disiplin ilmu yang mendasari (bersifat multi disiplin) dan mencakup berbagai kegiatan;
3. Meliputi daerah hulu sampai hilir sehingga terdapat keterkaitan antara wilayah adminstrasi. Sebagai contoh, DAS Benenain-Noelmina di Timor melintasi 4 kabupaten yang beberbeda. Bahkan, DAS Talau di Belu bersifat lintas batas negara karena melintasi Indonesai dan Timor Leste.
Secara toeritis, defenisi pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktifitasnya, dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia secara berkelanjutan. Sementara itu, yang dimaksudkan dengan pengelolaan DAS terpadu adalah proses formulasi dan implementasi suatu kegiatan yang menyangkut pengelolaan sumber daya alam dan manusia dalam suatu DAS dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi dan kelembagaan di dalam dan sekitar DAS termasuk untuk mencapai tujuan sosial tertentu. Dari dua kutipan defenisi di atas terlihat jelas bahwa wilayah DAS akan terkelola dengan baik jika semua stakeholder suatu DAS mampu mengendalikan hubungan timbal balik di antara mereka dengan sumberdaya alam (DAS) dan sekaligus menata hubungan timbal balik di antara para stakeholder itu sendiri. Prasyarat untu tercapainya hal ini adalah adanya suatu sistem perencanaan pengelolaan DAS secara terpadu.
Rencana Pengelolaan DAS Terpadu merupakan konsep pembangunan yang mengakomodasikan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dijabarkan secara menyeluruh dan terpadu dalam suatu rencana berjangka pendek, menengah maupun panjang yang memuat perumusan masalah spesifik di dalam DAS, sasaran dan tujuan pengelolaan, arahan kegiatan dalam pemanfaatan, peningkatan dan pelestarian sumber daya alam air, tanah dan vegetasi, pengembangan sumber daya manusia, arahan model pengelolaan DAS, serta sistem monitoring evaluasi kegiatan pengelolaan DAS. Dengan demikian maka menjadi jelas bahwa pengelolaan DAS baru dapat disebut terpadu jika di dalamnya terdapat suatu sistem perencanaan yang baik dan melibatkan semua stakeholder. Alat terbaik untuk mengikat para stakeholder dalam suatu komitment perencanaan DAS terpadu adalah adanya suatu tataaturan yang bersifat lintas wilayah adminsitrasi, politik, sosial budaya dan ekonomi. Dalam konteks regional NTT di mana kebanyakan DAS bersifat lintas wilayah kabupaten maka peraturan yang bersifat regional menjadi suatu keharusan.
1. Daerah adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
3. Gubernur adalah Gubernur Nusa Tenggara Timur.
4. Pengelolaan terpadu adalah suatu proses penataan yang mengintegrasikan kegiatan berbagai sektor terkait dalam jajaran Pemerintahan bersama swasta maupun dengan masyarakat dalam hal perencanaan, pemanfaatan, pengendalian maupun perlindungan kawasan daerah aliran sungai mulai dari hulu sampai hilir bagi kepentingan pembangunan demi peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat dengan tetap mempertahankan kelestarian ekosistim kawasan tersebut.
5. Daerah Aliran Sungai, disingkat DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
6. Bagian hulu daerah aliran sungai atau DAS adalah wilayah daratan dalam kesatuan daerah aliran sungai yang memiliki ciri topografi bergelombang, berbukit dan/atau bergunung, dengan kerapatan drainase relatif tinggi, merupakan sumber air yang masuk langsung ke sungai utama dan/atau melalui anak-anak sungai, serta sumber erosi yang sebagiannya terangkut ke daerah hilir sungai menjadi sedimen.
7. Bagian hilir daerah aliran sungai atau DAS adalah wilayah daratan dalam kesatuan daerah aliran sungai yang memiliki ciri topografi datar sampai landai, merupakan daerah endapan sedimen atau alluvial.
8. Sumberdaya daerah aliran sungai atau DAS adalah seluruh sumberdaya dalam kawasan DAS yang dapat didaya-gunakan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan sosial, ekonomi dan penopang sistim penyangga kehidupan manusia maupun satwa lainnya.
9. Satuan Wilayah Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (SWP DAS) adalah satuan wilayah yang terdiri dari satu atau lebih aliran sungai atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang atau sama dengan 2.000 km persegi yang karena kondisi bio-fisiknya disatukan dalam satu wilayah pengelolaan.
10. Partisipasi Masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat yang berdiam di daearah aliran sungai atau sekitarnya yakni tokoh adat, tokoh agama dan lain-lain dengan sejumlah pengalaman dan kearifannya dalam menjaga dan mempertahankan kelestarian sumberdaya alam pada masing-masing kawasan daerah aliran sungai.
11. Forum Koordinasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang disingkat Forum DAS adalah lembaga koordinatif yang beranggotakan berbagai pihak dan bersifat lintas sektor dalam mengelola daerah aliran sungai.
12. Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktifitasnya, dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia secara berkelanjutan;
13. Rencana Pengelolaan DAS Terpadu merupakan konsep pembangunan yang mengakomodasikan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dijabarkan secara menyeluruh dan terpadu dalam suatu rencana berjangka pendek, menengah maupun panjang yang memuat perumusan masalah spesifik di dalam DAS, sasaran dan tujuan pengelolaan, arahan kegiatan dalam pemanfaatan, peningkatan dan pelestarian sumber daya alam air, tanah dan vegetasi, pengembangan sumber daya manusia, arahan model pengelolaan DAS, serta sistem monitoring evaluasi kegiatan pengelolaan DAS;
14. Pengelolaan DAS terpadu adalah proses formulasi dan implementasi suatu kegiatan yang menyangkut pengelolaan sumber daya alam dan manusia dalam suatu DAS dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi dan kelembagaan di dalam dan sekitar DAS termasuk untuk mencapai tujuan sosial tertentu;
Materi
a. Manfaat dan lestari;
b. Kerakyatan dan keadilan;
c. Kebersamaan;
d. Keterpaduan;
e. Keberlanjutan;
f. Berbasis masyarakat;
g. Kesatuan wilayah dan ekosistem;
h. Keseimbangan;
i. Pemberdayaan masyarakat;
j. Akuntabel dan transparan;
k. Pengakuan terhadap kearifan lokal.
· Pengelolaan DAS dilakukan melalui pendekatan ekosistem yang dilaksanakan berdasarkan prinsip “satu sungai, satu rencana, satu pengelolaan” dengan memperhatikan sistem pemerintahan yang desentralistis sesuai jiwa otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
· Satu sungai (dalam arti DAS) merupakan kesatuan wilayah hidrologi yang dapat mencakup beberapa wilayah administratif yang ditetapkan sebagai satu kesatuan wilayah pengelolaan yang tidak dapat diipisah-pisahkan;
· Dalam satu sungai hanya berlaku Satu Rencana Kerja yang terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;
· Dalam satu sungai diterapkan Satu Sistem Pengelolaan yang dapat menjamin keterpaduan kebijakan, strategi perencanaan serta operasionalisasi kegiatan dari hulu sampai hilir.
Keterpaduan tersebut diperlukan karena :
· Terdapat keterkaitan antara berbagai kegiatan (multi sektor) dalam pengelolaan sumbar daya alam dan pembinaan aktivitas manusia dalam penggunaannya;
· Melibatkan berbagai disiplin ilmu yang mendasari (bersifat multi disiplin) dan mencakup berbagai kegiatan;
· Meliputi daerah hulu sampai hilir.
· Pengelolaan DAS terpadu mempunyai ciri pokok sebagai berikut :
· Sasaran yang jelas, yaitu suatu pencapaian hasil yang telah direncanakan dan diharapkan akan terjadi pada masa datang;
· Strategi waktu, yaitu penjadwalan untuk mengkoordinasikan dan mengintegrasikan setiap kegiatan dalam mewujudkan sasaran;
· Melibatkan berbagai sektor dan disiplin ilmu terkait, yaitu upaya melibatkan dan mengkoordinasikan peran serta sektor dan disiplin ilmu menuju sasaran secara bersama;
· Tumbuhnya motivasi setiap sektor, dengan mengacu kepada keterlibatan berbagai sektor dalam proses penetapan sasaran akan merangsang keinginan atau tekad untuk mencapai hasil.
Kesimpulan dan Saran
Adapun ruang lingkup dari Ranperda yang disusun meliputi pengelolaan seluruh kawasan daerah aliran sungai yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian dan perlindungan yang kesemuannya akan diimplementasilan melalui kegiatan:
(1) Perencanaan;
(2) Pelaksanaan;
(3) Pembinaan dan pemberdayaan;
(4) Pengendalian.
Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada Unversity Press,
ForumDAS NTT. 2006. Konsep Pengelolaan DAS Terpadu pada DAS Benenain-Nolemina. Fordas NTT, WWF Indonesia dan IPB-Bogor.
bahan kuliah 2, MK Pengendalian Kebakaran dan Penggembalaan Liar, Prodihut, S1
Fakta Empirik Kebakaran dan Penggembalaan Liar di Indonesia Musim kemarau panjang di Indonesia identik dengan masalah akut seputar...
-
Pengertian inventarisasi sumberdaya alam a dalah pengumpulan dan penyusunan data dan segala sesuatu mengenai sumberdaya alam guna mel...
-
Sampai dengan saat ini belum ada kesatuan pendapat di antara para ahli tentang definisi “agroforestri”. Hampir setiap ahli mengusulkan ...
-
Sebenarnya defenisi tentang pertanian lahan kering masih belum disepakati benar. Kita hanya bisa mengacu kepada usulan-usulan dan kebiasaan ...