MUTIS DAN WAIRINDING, APA MASALAHNYA
Oleh
L. Michael Riwu Kaho
(Dosen Undana, Doktor dalam Bidang Ilmu Kehutanan)
Oleh
L. Michael Riwu Kaho
(Dosen Undana, Doktor dalam Bidang Ilmu Kehutanan)
Kawasan Hutan Cagar Alam (CA) Mutis-Timau, seluas ± 75.000 ha + 12 .000 ha yang ditetapkan sebagai kawasan inti CA, merupakan kawasan hutan yang seharusnya, menurut ketentuan kawasan yang dilindungi, terbebas dari upaya eksploitasi sumberdaya alam. Akan tetapi secara tradisional kawasan ini telah dihuni oleh sekelompok populasi dari etnolinguistik tertentu, atoin meto, yang menganggap bahwa daerah Mutis dan sekitarnya adalah ruang hidup mereka. Mempertemukan dua kepentingan ini merupakan suatu dinamika etika lingkungan yang bersifat dilematik, karena dua kepentingan tersebut memiliki dinamik yang terkadang bertabrakan secara diametral. Di satu sisi hutan Mutis harus di lindungi tetapi dinamika perkembangan populasi dan cara-cara pemenuhan kebutuhan bahan makanannya membutuhkan kawasan hutan Mutis sebagai sumberdaya. Dalam situasi dilematis seperti ini kelestarian Cagar Alam (CA) hutan Mutis terancam karena pola penggunaan sumberdaya secara tradisional, antara lain penggembalaan bebas dan perladangan tebas bakar, dikhawatirkan menimbulkan entropi lingkungan.