Rabu, 30 September 2015

hutan sebagai komunitas tumbuhan (pokok bahasan IV); Ekologi Hutan, Prodi Kehutanan, S1



Ekosistem hutan hujan adalah suatu komunitas yang kompleks yang kerangka kerjanya disediakan oleh pohon-pohonan dengan berbagai ukuran. Di bawah tajuk pohon-pohonan tersebut kondisi iklim mikronya berbeda dengan kondisi yang ada di luar hutan, cahaya matahari sedikit, kelembaban lebih tinggi, dan suhu udara lebih rendah. Banyak tumbuhan pohon yang lebih kecil tumbuh di bawah naungan pohon-pohon yang lebih besar, diantaranya tumbuh pula tumbuhan pemanjat (climbers), epifit, tumbuhan pencekik (strangling plants), parasit dan saprofit (Whitmore, 1975).



Kelimpahan, ketahanan hidup, dan distribusi suatu jenis atau spesies tumbuhan tergantung pada kemampuan adaptasinya terhadap lingkungan fisik dan terhadap organisme lain yang berbagi tempat hidup pada lingkungan yang sama. Peranan interaksi intraspesifik (antar individu dari jenis yang sama) dan lingkungan fisik ternyata menentukan kelimpahan, distribusi dan dinamika populasi suatu jenis tumbuhan, sebagaimana yang terjadi pada interaksi antara jenis di dalam tingkatan trofik yang berbeda (prey predator interaction).




Pohon-pohonan dan sebagian besar tumbuhan berdiri di atas tanah dengan akarakar yang menghunjam ke dalam tanah untuk menyerap hara dan air. Daun-daun yang gugur, cabang dan ranting, dan bagian lain dari tumbuhan yang jatuh menjadi sumber makanan bagi hewan invertebrate, jamur dan bakteri. Hara kembali ke dalam tanah melalui pembusukan bagian organisme yang jatuh dan mati dan melalui pencucian daun oleh air hujan. Itulah gambaran kondisi hutan hujan yang sebagian besar elemen hara disimpan di dalam bagian vegetasi dan hanya sedikit yang disimpan di dalam tanah. Kondisi ini menggambarkan adanya komunitas biotik yang terdiri atas berbagai populasi organisme yang hidup bersama-sama.



Komunitas biotik didefinisikan sebagai suatu gabungan tumbuhan, hewan, bakteri dan jamur yang hidup di dalam suatu lingkungan dan berinteraksi satu sama lain, membentuk sistem kehidupan yang berbeda dengan komposisi sendiri, struktur, hubungan lingkungan, perkembangan dan fungsinya. Masing-masing komunitas dicirikan oleh komposisi jenis tertentu, struktur vertikal, pola perubahan sepanjang waktu, biomas, aliran energi, dan siklus hara (Kimmins, 1987). Untuk keperluan penelitian sering komunitas dibedakan antar komunitas tumbuhan, komunitas hewan dan komunitas mikrobia. Namun, perlu diingat bahwa masing-masig komunitas tidak berada dalam posisis terisolasi satu sama lain. Jadi, apabila seseorang mempelajari hanya komunitas tumbuhan, maka tidak akan cukup untuk prediksi yang dapat dipercaya tentang komunitas biotik atau ekosistem sebagai satu kesatuan.



Di dalam tajuk hutan ada kehidupan hewan dengan ragam yang besar yaitu hewan vertebrata dan invertebrate. Beberapa hewan makan bagian tumbuhan, sebagian yang lain makan hewan lainnya. Dalam kaitannya dengan penyerbukan bunga dan penyebaran buah dan biji maka ada hubungan timbal ball antara tumbuhan dan hewan. Banyak tumbuhan yang dipercaya menghasilkan bahan kimia beracun bagi serangga dan dengan cara ini tumbuhan mampu melindungi diri dari pemangsaan organisme lain.



Struktur hutan secara konvensional digambarkan melalui pelukisan diagram profil. Diagram ini melukiskan sket semua pohon-pohonan dalam jalur sempit ukuran 7,5 meter lebar dan sekitar 60 meter panjang. Diagram profil digunakan secara luas untuk mendiskripsi ekosistem hutan alam, termasuk gambaran fase-fase pohon masak tebang dan pertumbuhannya.



B. Struktur Vegetasi

Pembahasan tentang struktur vegetasi penyusun ekosistem hutan, dalam ekologi vegetasi minimal dibicarakan pada 5(lima) tingkatan yaitu: 1) fisiognomi vegetasi, 2) struktur biomasa, 3) struktur 'life form', 4) struktur floristik dan 5) struktur vegetasi. Secara hierarkhis lima tingkatan struktur vegetasi tersebut integratif pada tingkatan pertama mencakup yang tingkatan yang kedua, tingkatan yang kedua mencakup tingkatan ketiga, begitu seterusnya. Jadi untuk tingkatan pertama menjadi paling umum dan untuk tingkatan kelima yang paling teliti (Mueller-Dombois, 1974)



1.      Fisiognomi vegetasi, hal ini merupakan kenampakan luar dari vegetasi. Vegetasi dalam hal ini didefinisikan bahwa vegetasi merupakan semua jenis tumbuhan yang berada di dalam suatu wilayah dan memberikan gambaran sebaran secara ruang spasial dan sebaran pada saat tertentu dari semua jenis tumbuhan penyusun yang ada di dalamnya.

2.       Struktur biomasa, hal ini berhubungan secara khusus dengan jarak dan tinggi dari bentuk tumbuhan di dalam susunan penutupan vegetasi. Konsep struktur ini lebih tepat dibanding fisiognomi vegetasi.

3.      Struktur 'life form', dapat juga disebut komposisi life form dan hal ini berhubungan dengan bentuk komposisi pertumbuhan dari tumbuhan penyusun vegetasi ekosistem tertentu. Konsep struktur ini masih lebih tepat dari pada struktur biomasa, dan lebih bermakna kuantitatif.

4.      Struktur floristik sering diartikan sebagai komposisi floristik vegetasi penyusun ekosistem tertentu.

5.      Struktur vegetasi, menurut Kershaw (1973), pembahasan struktur vegetasi dibedakan menjadi 3(tiga) aspek, yaitu: (a) struktur vertikal (yaitu stratifikasi menjadi lapisanlapisan tajuk), (b) struktur horizontal (yaitu distribusi spasial populasi jenis dan individu) dan (c) struktur kuantitatif (yaitu kelimpahan tiap-tiap jenis tumbuhan dalam suatu komunitas).



 Hutan adalah ekosistem yang dicirikan oleh suatu komunitas tumbuhan yang didominasi oleh tumbuhan dengan fisiogonomi pohon-pohonan. Sementara itu, padang rumput adalah suatu ekosistem yang didominasi oleh tumbuhan dengan fisiognomi herba dan rumput. Untuk contoh hutan pada gambar 6.1 menggambarkan diagram profil dari lapisan tajuk pohon-pohonan saja, sedang sebagai komunitas tumbuhan hutan pada umumnya disusun oleh lima lapisan vegetasi: 1. Pohon-pohonan (trees), 2. Semak (shrubs), 3. Tema (herbs), 4. Thallophyta, 5. Epiphytes. Masing-masing lapisan dapat dibagi lagi menjadi sub-lapisan atau synusiae. Lapisan ke enam mungkin saja dijumpai yaitu `liana berkayu' atau `tumbuhan merambat'.



Banyaknya lapisan vegetasi di dalam suatu komunitas tumbuhan merefleksikan karakter lingkungan fisiknya. Lingkungan kering seperti padang rumput atau padang pasir sering hanya memiliki satu atau dua lapisan vegetasi: satu lapis herba musiman di padang rumput, dan untuk padang pasir dengan satu lapis semak musiman ditambah lapisan herba yang hidupnya sebentar (ephemeral). Bila menuju ke lingkungan yang lebih basah maka lapisan vegetasi bertambah dengan lapisan pohon-pohonan. Thallophyta mungkin hadir hampir di setiap lingkungan, walaupun tumbuhan tersebut cenderung meningkat menjadi melimpah sepanjang transek dari lingkungan yang panas dan kering menuju lingkungan yang dingin dan basah.



Perubahan struktural sepanjang gradient lingkungan menghasilkan kombinasi karakter dari bentuk pertumbuhan. Hal ini terjadi pada semua benua dan menghasilkan pembagian yang lebih luas dari suatu flora kontinental yang disebut dengan formasi tumbuhan', dan ini terjadi pada setiap benua yang besar. Hutan deciduous di wilayah Eropa adalah formasi yang berbeda dengan hutan deciduous di Amerika Utara, walaupun keduanya memiliki `tipe formasi' yang serupa (semua formasi yang serupa di seluruh dunia dikelompokkan jadi satu tipe formasi).



Suatu formasi tumbuhan pada suatu benua tertentu bersama-sama dengan asosiasi komunitas hewan dan organisme mikro dan lingkungan fisiknya disebut sebagai `bioma' (yaitu suatu kelompok ekosistem yang di dalamnya produser primer memiliki kesamaan bentuk pertumbuhan dan konsumer memiliki kebiasaan makan yang serupa secara luas. Bioma yang serupa di seluruh dunia dikelompokkan menjadi satu `ripe bioma'. Lingkungan fisik suatu bioma disebut 'life zone'.

Tidak ada komentar:

bahan kuliah 2, MK Pengendalian Kebakaran dan Penggembalaan Liar, Prodihut, S1

Fakta Empirik Kebakaran dan Penggembalaan Liar di Indonesia  Musim kemarau panjang di Indonesia identik dengan masalah akut seputar...