Kamis, 08 Oktober 2015

Klasifikasi dan Kriteria Kawasan Konservasi (MK Pengelolaan Kawasan Konservasi, S2, lmu Lingkungan)



KLASIFIKASI DAN KRITERIA KAWASAN KONSERVASI

A. Klasifikasi dan Kriteria Kawasan Konservasi Menurut Sistem IUCN

IUCN membagi kawasan konservasi berdasarkan klasifikasi menurut kategori yang terdiri dari:

1. Kategori I. Kawasan Rimba
Merupakan areal yang dilindungi terutama untuk kepentingan ilmu pengetahuan atau perlindungan hutan belantara.

1.1. Kategori I.a. Cagar Alam :
Merupakan areal daratan dan atau perairan laut yang memiliki beberapa nilai-nilai utama atau perwakilan ekosistem, jenis dan/atau kenampakan fisiografis, atau geologis, yang ditunjuk dan ditetapkan terutama untuk kepentingan ilmu pengetahuan, penelitian, dan/atau pemantauan lingkungan.

Kriteria penunjukan :
·         areal harus cukup luas untuk memastikan integritas ekosistem dan memenuhi tujuan pengelolaan dari areal yang dilindungi
·         areal harus dengan mantap bebas dari semua intervensi manusia secara langsung dan mampu untuk dapat dikelola
·         konservasi keanekaragaman hayati dapat dilakukan melalui perlindungan dan tidak memerlukan adanya manipulasi atau kegiatan pengelolaan habitat secara aktif

1.2. Kategori I.b. Kawasan Belantara Alam
Merupakan areal yang luas terdiri dari daratan dan/atau perairan laut yang tidak sama sekali mengalami modifikasi atau hanya sedikit sekali termodifikasi, dan tetap dominan memperlihatkan karakter dan pengaruh alami, sebagai tempat tinggal yang penting atau permanen dari hidupan liar, yang memerlukan upaya pengaturan dan perlindungan agar mampu memelihara dan melestarikan kondisi alamnya.


Kriteria penunjukan :
·         areal perlu memiliki mutu alami tinggi, diatur semata-mata terutama oleh kekuatan alam dengan meniadakan berbagai bentuk gangguan manusia, yang memungkinkan keberlanjutan dan kelangsungan atribut alami sesuai tujuan yang telah ditetapkan/diusulkan.
·         areal memiliki potensi ekologis, physiogeografis penting atau corak lain bernilai ilmiah, pendidikan, sejarah atau panoram alam yang indah atau inspirasi kejiwaan.
·         areal menawarkan peluang utama untuk kesunyian, menikmati keindahan alam, perjalanan, dan pencapaian areal secara sederhana, tenang, peralatan untuk perjalanan tidak mengganggu dan menimbulkan bahan pencemaran dan bukan bermotor.
·         areal harus memiliki ukuran yang cukup luas untuk mampu melakukan praktek pemeliharaan dan penggunaannya sesuai tujuan penunjukan/penetapannya.



2. Kategori II. Taman Nasional
Merupakan areal perairan laut dan/atau daratan yang masih alami, yang ditunjuk untuk kepentingan : (a) melindungi integritas ekologis dari satu atau lebih ekosistem untuk masa depan generasi masa kini dan yang akan datang; (b) mengeluarkan dan meniadakan pemukiman, pemanfaatan atau eksploitasi yang membahayakan kepentingan sesuai sasaran dan tujuan penunjukan areal yang bersangkutan; dan (c) memungkinkan adanya sesuatu lembaga/yayasan atau pihak ketiga untuk mampu mengelola kepentingan ilmiah, pendidikan, pariwisata dan rekreasi dan peluang kunjungan pengunjung, inspirasi kejiwaan, guna pendayagunaan potensi alam dan lingkungan yang dapat dimanfaatkan.

Kriteria penunjukan :
·         areal mengandung suatu contoh keperwakilan daerah alami utama, pemandangan atau corak panorama yang indah, habitat atau tempat tinggal/hidup dari jenis-jenis satwa liar dan berbagai jenis tumbuhan dan lokasi geomorfologikan yang secara khusus memiliki kepentingan pelestarian untuk nilai-nilai ilmiah khusus, pendidikan, pariwisata dan rekreasi dan kunjungan wisatawan.
·         areal harus cukup luas dan mengandung satu atau lebih keperwakilan ekosistem yang secara material belum diubah dan dieksploitasi, tidak diduduki atau dimukimi penduduk dan sejenisnya.

3. Kategori III. Perlindungan Monumen Alam
Merupakan areal yang berisi satu atau lebih potensi alami spesifik atau nilai-nilai alami (natural) dan budaya (kultural) yang sangat menonjolkan unik, terkemuka untuk dihargai, khas dan jarang dapat ditemukan di tempat lain, merupakan keperwakilan mutu dan/atau arti tambahan inspirasi kejiwaan/rohani.

Kriteria penunjukan :
·         areal perlu berisi satu atau lebih corak yang memiliki arti terkemuka (seperti keindahan air terjun, gua, kawah/lubang ledakan, benda purbakala/fosil, bukit pasir dan panorama bawah laut, bersama dengan keunikan dari tumbuh-tumbuhan dan satwa liar, ketinggian ragam budaya, kemungkinan gua tinggal, lereng, perbukitan, situs arkeologi, atau lokasi alami yang mempunyai arti sebagai warisan/pusaka atau peninggalan dari masyarakat/pribumi).
·         areal harus besar cukup luas untuk mampu memberikan perlindungan atas integritas/keutuhan dari sifat-sifat yang menonjol dan alam lingkungan yang terkait.

4. Kategori V. Kawasan Pengelolaan Habitat/Spesies
Merupakan areal daratan atau perairan laut yang alami dan memerlukan adanya pengelolaan intervensi aktif agar mampu memastikan kebutuhan pemeliharaan tentang tempat kediaman dan/atau tempat yang dibutuhkan bagi upaya pelestarian jenis-jenis hidupan liar yang spesifik.

Kriteria penunjukan :
·         areal perlu mengutamakan suatu peran penting di dalam perlindungan alami dan kemampuan hidup (survival) dari jenis-jenis hidupan liar, berikut habitatnya berupa lahan basah, bukit karang, muara sungai, padang rumput, hutan atau tempat/areal ikan bertelur, atau lokasi perairan laut tempat makan dan berkembangbiaknya ikan.
·         areal harus merupakan suatu kawasan perlindungan tempat hidupan terpenting dari tumbuhan atau fauna yang menetap maupun berpindah, serta mampu memberikan upaya peningkatan kesejahteraan dan kesehatan bagi masyarakat, seluruh masyarakat atau kepentingan konservasi.
·         areal tempat tinggal terpenting dari jenis-jenis hidupan liar yang memerlukan dan bergantung pada intervensi aktif oleh otoritas pengelola, jika perlu dilakukan manipulasi terhadap tempat hidup/habitat hidupan liar.
·         areal memiliki luas dan ukuran yang sesuai dengan kebutuhan tempat kediaman/habitat bagi kepentingan hidupan liar yang memerlukan perlindungan, serta arealnya dapat terbentang dari luasan yang relatif kecil sampai luasan yang relatif sangat luas.

5. Kategori V. Perlindungan Lanskap Daratan (landscape)/Lansekap Perairan Laut (seascape)
Merupakan areal daratan dengan perairan laut/pantai baik sebagian atau secara menyeluruh sesuai dengan kepentingan dan interaksi alami yang terjadi maupun yang berkaitan dengan hidupan masyarakat dari waktu ke waktu sehingga menghasilkan suatu hamparan lahan yang memiliki karakter yang berbeda dengan nilai-nilai ekologis, budaya dan/atau yang terpenting dan sering juga ditandai dengan nilai-nilai keanekaragaman biologi tinggi. Perlindungan integritas dan interaksi yang terjadi secara tradisional adalah merupakan hal terpenting bagi perlindungan, pemeliharaan dan perkembangan evolusi dari areal seperti itu.

Kriteria penunjukan :
·         areal memiliki suatu pemandangan dan/atau pantai dan pulau sebagai bentang alam laut (seascape) yang bermutu tinggi, indah permai, dengan tempat kediaman yang dihubungkan dengan beragam, dengan kehidupan fauna dan tumbuh-tumbuhan alami yang secara bersama merupakan penjelmaan dari suatu penggunaan lahan (land-use) secara tradisional atau membentuk pola yang unik dan merupakan pengorganisasian sosial sebagai suatu kejadian (evidenced) didalam kehidupan adat istiadat setempat dari mata pencarian, kepercayaan dan kehidupan manusia.
·         areal menyediakan peluang bagi masyarakat untuk menikmati pariwisata dan rekreasi alam dalam pola hidupnya (lifestyle) dan kegiatan ekonomi.

6. Kategori VI. Perlindungan Sumberdaya Wilayah
Merupakan kawasan yang dilindungi dan ditata untuk sebagian besar penggunaan yang mampu menopang kelestarian ekosistem alami.

Kriteria penunjukan :
·         areal harus sedikitnya 2/3 nya berada dalam kondisi alami, walaupun mungkin juga berisi areal terbatas dari ekosistem yang telah mengalami modifikasi dan perkebunan komersil besar umumnya kurang sesuai untuk kepentingan ini.
·         areal yang harus memiliki luas yang cukup untuk menyerap sumberdaya yang dapat menopang kepentingan penggunaan tanpa menimbulkan kerusakan untuk jangka panjang pada keseluruhan nilai-nilai alami yang ada.

Ketika lahan sudah dilindungi, perlu dibuat keputusan mengenai seberapa besar gangguan manusia dapat diterima bagi lokasi tersebut. IUCN The World Conservation Union telah mengembangkan sistem klasifikasi untuk kawasan perlindungan yang mencakup berbagai integritas penggunaan habitat oleh manusia, mulai dari skala kecil sampai besar (IUCN 1984, McNeely dkk, 1994), yakni

        i.         Cagar Alam (strict nature reserve) dan Pencagaran Kawasan Liar (wilderness areas) adalah kawasan yang dilindungi secara ketat yang dipelihara untuk tujuan penelitian ilmiah, pendidikan, dan pemantauan lingkungan. Kawasan ini akan mendukung pelestarian populasi berbagai spesies serta memungkinkan proses ekosistem berlangsung dengan hambatan sesedikit mungkin.
      ii.         Taman Nasional (national park) merupakan wilayah luas dengan keindahan alam dan pemandangan yang dikelola untuk melindungi satu atau lebih ekosistem serta untuk tujuan ilmiah, pendidikan, rekreasi, mereka biasanya tidak digunakan untuk tujuan eksploitasi sumberdaya secara komersial.
    iii.         Monumen Nasional dan Bentang Alam Khusus (national monument and landmarks) merupakan kawasan bentukan-bentukan alam yang berukuran relatif kecil, serta bertujuan untuk melestarikan suatu keutuhan biologi, geologi atau kebudayaan yang menarik dan unik.
    iv.         Suaka Alam Terkelola dan Cagar Alam Terkelola bersifat mirip dengan cagar alam murni, namun pada kedua kawasan ini masih diperbolehkan manipulasi oleh manusia, mempertahankan ciri-ciri komunitas yang khas. Permanen kontrol masih dapat diperbolehkan.
      v.         Perlindungan Bentang Alam Darat dan Perairan Laut yang dilindungi masih dapat memungkinkan penggunaan lingkungan secara tradisional oleh masyarkat setempat, terutama bila pemanfaatan ini dapat membentuk wilayah yang memiliki ciri khas dari segi budaya, keindahan maupun ekonomi. Lokasi-lokasi demikian akan membuka kesempatan khusus untuk kegiatan wisata dan rekreasi.
    vi.         Suaka Sumber Cadangan (resource reserves) merupakan kawasan dimana sumberdaya dilestarikan untuk masa depan dan di mana penggunaan sumberdaya dibatasi dengan cara-cara yang sesuai dengan kebijaksanaan nasional.
  vii.         Wilayah Suaka dan Biota alami masih memungkinkan masyarakat tradisional melanjutkan cara hidup mereka tanpa diganggu pihak luar. Masyarakat sering kali berburu dan mengambil sumber makanan untuk keperluan mereka serta mempraktekkan pertanian tradisional.
viii.         Kawasan Terkelola secara Multiguna akan memungkinkan pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan, termasuk air, satwa liar, perumputan ternak, kayu, wisata dan pengambilan ikan. Upaya pelestarian komunitas hayati seringkali bersesuaian dengan kegiatan-kegiatan ini.
    ix.         Dari kategori di atas, lima yang pertama dapat dipandang sebagai kawasan yang dilindungi penuh, dimana habitat dikelola terutama untuk keanekaragaman hayatinya. Pada kategori yang terakhir keanekaragaman hayati hanya menjadi tujuan yang kedua bagi pengelola. Kawasan ini dikatakan yang dikelola ini dikatakan penting, terutama karena pertimbangan-pertimbangan berikut: kawasan yang dikelola seringkali berukuran lebih besar dari kawasan yang dilindungi, mereka dapat menyimpan banyak atau sebagian besar dari spesies asli wilayah tersebut dan disamping itu kawasan yang dilindungi seringkali menempati posisi di dalam suatu mosaik wilayah-wilayah yang terkelola.

42 komentar:

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan...

Slmt siang Bpk. Mksh atas materi kuliahnya hari ini.

pet rihi mengatakan...

Selamat siang Pak..Terima kasih atas materi yang sudah diposkan

Anonim mengatakan...

terima kasih pak atas materinya

Anonim mengatakan...

Selamat pagi pak... terima kasih atas materi kuliahnya. (baharudin Hamzah)

Unknown mengatakan...

Terima kasih byk bpk untuk materi kuliah yg diberikan. Saya setuju dg apa yg di sampaikan,bahwa Kawasan Konservasi adalah suatu wilayah yg dilindungi,dipelihara dan dilestarikan dg mewujudkan pengelolaan SDA dan Lingkungan Hidup yg berkelanjutan. Dengan demikian komponen abiotik dan biotik(makhluk hidup) dapat tetap terjaga dg baik.
Adapun beberapa Kawasan Konservasi di NTT antara lain: 1.SWP-DAS Benain Noelmina di Timor Barat,2.SWP-DAS Aesesa di Nagekeo Flores,3.SWP-DAS Kambaniru di Sumba Timur,4.Danau tiga warna Kelimutu pada Taman Nasional gunung Kelimutu di Kab.Ende,5.Binatang purba Komodo pada Taman Nasional Komodo dipulau komodo,pulau rinca,pulau gilimotang dan pulau nusa kode Kab.Manggarai Barat,6.Satwa burung endemik Sumba pada Taman Nasional Laiwanggi Wanggameti Kab.Sumba Timur, 7.Satwa burung endemik Sumba di Taman Nasional Manupaeu Tanadaru Kab.Sumba Barat,8.Taman Laut 17 pulau Riung pada Taman Wisata Alam Riung Kab.Ngada,9.Taman Laut Teluk Maumere Kab.Sikka,10.Taman Laut Teluk Kupang Kab. Kupang,11.Taman Wisata Camplong Kab.Kupang, 12.Taman Hutan Raya Prof.Ir.Herman Johannes Kab. Kupang,13.Daerah Konservasi SDA Sumber mata air dalam kawasan Taman Wisata Alam Ruteng Kab.Manggarai,14.Daerah Konservasi Cagar Alam Watu Ata Kab.Manggarai,15.Hutan Tanaman Rakyat (HTR) di NTT seluas 72.075ha terletak di 2 Kabupaten yaitu Kab.Manggarai Timur dan Kab. Flores Timur,16.Hutan Kemasyarakatan (HKm) di NTT seluas 18.869 ha terletak di 5 Kabupaten yakni Kupang,Sumba Timur,Sikka,Ngada dan Flores Timur 17.Kesatuan Pengelolaan Hutan(KPH) DI rote Ndao seluas 40,730ha dan Mutis Tmau TTS seluas 115,380ha 18.Kawasan Konservasi Perairan Nasional Laut Sawu dan sekitarnya di NTT dengan luas 3.355.352,82 ha yang meliputi Wilayah Perairan Selat Sumba dan sekitarnya seluas 557.837.40ha, Wilayah Perairan Pulau Timor-Rote-Sabu-Batek dan sekitarnya seluas 2.797.515,42 ha.
Kawasan Konservasi di NTT baik darat maupun laut kini menghadapi ancaman dan persoalan pengelolaan yg berat meliputi penebangan liar, penyerobotan dan konversi lahan,penangkapan hewan langka,pengeboman ikan,kebakaran padang dan hutan,dan lain-lain. Untuk itu diharapkan kebiasaan buruk diatas yg dapat merusak SDA dan Lingkungan Hidup harus dihilangkan dan penegakan hukum dg pemberian sangsi tegas harus di terapkan agar ada efek jera bagi yg melakukannya,sehingga kelestarian SDA dan lingkungan Hidup tetap terjaga baik.

baharhamzah8@gmail.com mengatakan...

Pandangan atas Materi Kuliah Klasifikasi dan Kriteria kawasan Konservasi dalam hubungan dengan Kawasan Konservasi di NTT
Oleh.Baharudin Hamzah/NIM: 1411030042
Pertama dan utama ucapan terima kasih, kami sampaikan kepada Bapak Dr. Mickhael Riwu Kaho, meskipun ditengah kesibukannya, terus hadir menyapa kami dengan suguhan materi kuliah yang menambah khazanah pengetahuan kami special konservasi. Selanjutnya menurut pandangan kami, Keberadaan kawasan konservasi memainkan peranan sangat penting untuk menjaga kelestarian sumber daya alam flora dan fauna yng keberadaannya semakin langka dan terancam punah. Sekaligus untuk menyeimbangkan kemampuan antara daya dukung lingkungan dan pemanfaatan. Menurut penulis, konservasi dalam tataran konsepnya sangat baik apalagi dibingkai dengan berbagai regulasi mulai dari undang-undang sampai ke tingkat implemetasi ditingkat daerah. Namun fakta secara visual masih menunjukkan kepada kita bahwa pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya kawasan konservasi mempunyai tafsiran dan kepentingan yang berbeda-beda. Termasuk di kalangan pemerintah sendiri ada perbedaan pendapat dan kepentingan akan potensi kawasan konservasi. Penegakan hukum di kawasan konservasi tidak berjalan sebagaimana mestinya dan sebagian dari hampir semua kawasan konservasi telah berubah fungsi. Namun kesadaran dan kearifan masyarakat lokal untuk melindungi kawasan lindung di daerah mereka yang biasanya berukuran kecil sering tidak dihargai. Masyarakat tidak mungkin melindungi kawasan taman nasional yang luasannya sangat besar. Penetapan batas-batas kawasan yang dibuat pemerintah sering menimbulkan pertentangan dengan masyarakat setempat. IUCN (International Union for Conservation of the Nature and Natural Resources atau sering disebut World Conservation Union) sebagai lembaga dunia yang mengurus konservasi melakukan klasifikasi. Klasifikasi ini harus pula didukung dengan upaya sosialisasi dan penyebaluasan informasi yang cukup kepada masyarakat luas maupun pemerintah di daerah. Masyarakat tidak bisa hanya sekedar mengetahui pembagian kawasan tetapi juga landasan mengapa dibagi demikian apa dasar kategori kriteria dan fungsinya Persoalan yang selama ini menjadi konflik di masyarakat adalah penetapan batas kawasan sering menimbulkan konflik karena batas-batas hak milik atau kawasan bersama dan kepentingan masyarakat lokal cenderung diabaikan sehingga menyulut pertentangan di kalangan masyarakat. Di lain pihak pada saat reformasi dan otonomi berjalan masyarakat lokal sangat kuat dipengaruhi oleh pandangan dan kekuatan luar yang negatif bahwa semua kawasan adalah milik bersama.
Dalam konteks Nusa Tenggara Timur, keberadaan kawasan konservasi seperti DAS benanain, Danau Tiga Warna Kelimutu, Taman Laut 17 pulau di Riung, Taman Nasional Komodo,DAS Kambaniru di Sumba Timur,Satwa burung Endemik dan Taman nasonal di wanggameti Sumba Timur, Taman Wisata Camplong, Taman Hutan Rakyat Herman Yohanes di Kupang, hutan kemasyarakatan di Sumba timur, Ngada dan flores Timur seluas 18.869 hektar, Taman Nasional Perairan Laut Sawu,daerah konservasi cagar alam Watu ata di Manggarai, taman kawasan wisata Alam di Ruteng. Singkatnya eksistensi kawasan konservasi tersebut harus mendapat perhatian serius pemerintah dan stakeholders agar kawasan konservasi tidak mengalami kerusakan baik di perairan maupun di darat, termasuk konflik horizontal ditengah masyarakat sebagai dampak penetapan batas kawasan konservasi yang ‘mencaplok’ tanah masyarakat. Termasuk peran dan partisipasi masyarakat sejak awal tidak dilibatkan. Selain itu aspek penegakan hukum harus menjadi isu penting pengelolaan kawasan konservasi, tidak hanya dalam konsep tetapi harus nyata dan membumi dalam realitas, agar keberadaan potensi sumber daya alam yang keanekaragamannya terbesar di dunia ini dapat memberikan manfaat untuk kesejahteraan rakyat. Terima kasih (*)

Meky Da Cunha mengatakan...

MEKY DA CUNHA
NIM :1411030032
Program Pascasarjana Ilmu Lingkungan Undana
Semester III

Dari sisi pengertian, pengelolaan kawasan konservasi tidak hanya untuk tujuan konservasi semata, dikembangkan utamanya untuk perlindungan hidupan liar (conservation for protecting wildlife) namun kini, konservasi mencakup tujuan sosial dan ekonomi (conservation for community welfare), restorasi, rehabilitasi dan tujuan-tujuan sosial ekonomi dan budaya.
Pemerintah yang dulunya merupakan pengelola tunggal, kini mendistribusikan secara proporsional peran para pihak (pemda/ sektor, entitas bisnis, masyarakat, dll). Peran masyarakat (setempat) dalam hal perencanaan, pengelolaan hingga monitoring/evaluasi kini lebih diakomodir. Kawasan konservasi yang tadinya merupakan aset nasional (milik pemerintah) dan hanya bermanfaat untuk kepentingan nasional kini dipandang sebagai aset publik (tanggung jawab bersama) dan sudah merupakan kepentingan lokal hingga tingkat global.
“Konservasi telah menjadi tuntutan dan kebutuhan yang harus dipenuhi sebagai harmonisasi atas kebutuhan ekonomi masyarakat dan keinginan untuk terus melestarikan sumberdaya yang ada bagi masa depan”.

Meky Da Cunha mengatakan...

Makasih,Pak saya sudah baca postingannya biar tambah mengerti tentang POAC pada kuliah Pengelolaan Kawasan Konservasi.

Unknown mengatakan...

NIM : 1411030070
SMTR : III

Di dalam klasifikasi IUCN jelas ditunjukkan adanya tumpang tindih tujuan antara semua kategori, tetapi kriteria yang membedakan antar kategori sangat jelas yaitu tujuan pengelolaan utamanya. Selain itu, perbedaan kategori juga mencerminkan perbedaan tingkat intervensi manusia. Dari ketegori I ke kategori VI terdapat peningkatan intensitas campur tangan manusia terhadap ekosistem.
Pedoman yang diberikan dalam klasifikasi IUCN bersifat umum sehingga kita tidak harus mengikuti persis klasifikasi tersebut. Kita bisa menggunakan prinsip-prinsipnya, kemudian menyesuaikannya dengan kondisi nasional. Namun, sebaiknya klasifikasi yang kita buat mendekati klasifikasi IUCN sehingga klasifikasi kita bisa mepahami dan membandingkan dengan klasifikasi internasional, dan para pengelola kawasan konservasi di Indonesia bisa mempelajari pedoman-pedoman dari IUCN untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam mengelola kawasan konservasi.
Tampaknya pembagian wilayah kawasan hutan ke dalam berbagai jenis hutan lindung atau hutan konservasi memerlukan penyuluhan dan penjelasan yang memadai kepada masyarakat. Masyarakat umum tidak begitu mudah memahami kawasan konservasi dan kriteria yang digunakan sebagai dasar klasifikasi. Sebenarnya kategori yang digunakan tidak begitu banyak namun perlu disampaikan dengan bahasa sederhana agar mudah dihafal dan dipahami masyarakat banyak. Betapapun bagusnya kriteria dan fungsi yang ditetapkan untuk klasifikasi kawasan konservasi yang baik tanpa dukungan masyarakat luas kawasan konservasi sulit diselamatkan.
Klasifikasi kawasan konservasi merupakan kerangka yang menjelaskan status dan fungsi kawasan sebagai dasar usaha konservasi, tetapi perlu penjabaran lebih lanjut misalnya dengan penetapan kriteria dan indikator yang jelas bagi semua pihak.

Unknown mengatakan...

Matriks Tujuan Pengelolaan Kawasan Lindung IUCN (1994) Menurut Kategori :

Tujuan Pengelolaan Ia Ib II III IV V VI
1.Penelitian ilmiah 1 3 2 2 2 2 3
2.Perlindungan belantara 2 1 2 3 3 - 2
3.Pengawetan keanekaragaman jenis dan genetis 1 2 1 1 1 2 1
4.Pemeliharaan jasa lingkungan 2 1 1 - 1 2 1
5.Wisata dan rekreasi - - 2 1 3 1 3
6.Pendidikan - 2 1 1 3 1 3
7.Pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan
dari ekosistem alami - 3 3 - 2 2 1
8.Pemeliharaan atribute cultural/tradisional - - - - - 1 2

Keterangan: 1. Tujuan utama
2. Tujuan tambahan
3. Tujuan yang potensial (mungkin)
dapat diterapkan tidak sesuai


Unknown mengatakan...

Konservasi adalah pelestarian atau perlindungan, secara harfiah, konservasi berasal dari bahasa Inggris,(Inggris)Conservation yang artinya pelestarian atau perlindungan. Konservasi kawasan dan keanekaragaman hayati meliputi pengelolaan dan pendayagunaan kawasan konservasi serta pemberdayaan masyarakat sekitar taman nasional, taman wisata, taman hutan raya, kawasan suaka alam, hutan lindung dan taman buru.
Konservasi keanekaragaman hayati meliputi konservasi jenis dan genetik, konservasi ekosistem esensial, pengembangan lembaga konservasi, penangkaran tumbuhan dan satwa liar, tertib peredaran tumbuhan dan satwa liar.
NTT memiliki kurang lebih 29 unit kawasan konservasi seluas 229.000 ha tersebar di Pulau Timor dan Pulau Flores mulai dari ekosistem laut, pantai, mangrove, savana, hutan dataran rendah dan pegunungan.ada beberapa persoalan mendasar yang harus segera disikapi oleh Kementerian Kehutanan. Misalnya, Taman Wisata Alam Ruteng yang berada dalam wilayah Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur telah ditetapkan sebagai kesatuan pengelolaan hutan konservasi (KPHK) oleh menteri kehutanan pada 2013, namun struktur organisasinya belum terbentuk sampai sekarang, permasalahan lain yang muncul adalah sebagian kawasan konservasi di jadikan sebagai lahan pertanian oleh masyarakat, hal ini terjadi disebabkan karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah sehubungan dengan kawasan konservasi sehingga masyarakat berpendapat bahwa dengan adanya kawasan konservasi masyarakat tidak akan mendapat apa-apa lagi dari kawasan tersebut sehingga muncullah segala kegiatan yang berdampak negatif terhadap kawasan konservasi itu sendiri.

Anonim mengatakan...

Kriswoyo/1411030037

Kawasan-kawasan Konservasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Amanat UU nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pengelolaan kawasan konservasi diarahkan untuk mencapai optimalisasi fungsi kawasan: Kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan, Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, Kawasan pemanfaatan secara lestari potensi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
BBKSDA NTT mengelola 29 kawasan dengan total luas 221.772,29 Ha, terdiri dari Suaka Margasatwa sebanyak 6 Unit dengan luas 17.588,41 Ha., Cagar Alam sebanyak 8 unit dengan luas 34.918,69 Ha, Taman Buru sebanyak 2 unit dengan luas 3.562,64 Ha, Taman Wisata Alam sebanyak 13 unit dengan luas 165.702,55 Ha,
No Fungsi kawasan/ Luas (Ha) Letak Administrasi
I Suaka Margasatwa 17.588.,41
1 SM. Kateri 4,699,32 Kab. Belu
2 SM, Ala Aisio 5.601,10 Kab. Timor Tengah Selatan
3 SM. Danau Tua Dale 500 Kab. Kupang
4 SM Harlu 2.000 Kab. Rote Ndao
5 SM. Perhatu 1.000,00 Kab. Kupang
6 SM Egon Ilimedo 3.787.99 Kab. Sikka
II Cagar Alam 34.918,69
7 CA. Maubesi 3.246,00 Kab Belu
8 CA. Gunung Mutis 17.211,95 Kab.TTS&TTU
9 CA. Wae Wuul 1.484,84 Kab. Manggarai Barat
10 CA. Watu Ata 4.898,80 Kab. Ngada
11 CA. Wolo Tadho 4.016,80 Kab. Ngada
12 CA. Kimang Boleng 1.060,30 Kab. Ende
13 CA. Ndeta Kelikima 1.000,00 Kab. Ende
14 CAL. Riung 2.000,00 Kab. Ngada

III Taman Buru 3.562,64
15 TB. Dataran Bena 2.000,64 Kab. Timor Tengah Selatan
16 TB. Pulau Ndana 1.562,00 Kab. Rote Ndao

IV Taman Wisata Alam 165.702,55
17 TWA. Pulau Menipo 2.449,50 Kec. Enoraen Kab. Kupang
18 TWA. Baumata 87,00 Kec. Taebenu Kab. Kupang
19 TWA. Camplong 696,60 Kec. Fatuleu Kab. Kupang
20 TWA. Bipolo 352,62 Kec. Sulamu Kab. Kupang
21 TWA Ruteng 32.245,60 Kab. Manggarai & Manggarai Timur
22 TWA. Pulau Besar 3.000,00 KAb. Sikka
23 TWA. Tuti Adagae 5.537,88 Kab. Alor
24 TWA. Pulau Rusa 1.384,65 Kab. Alor
25 TWA. Pulau Lapang 239,25 Kab. Alor
26 TWA. Pulau Batang 359,45 Kab. Alor
27 TWAL.17 Pulau Riung 9.900,00 Kab. Ngada
28 TWAL. Teluk Kupang 50.000,00 Kab. Kupang dan Kota Kupang
29 TWAL. Gugus
Teluk Maumere 59.450,00 Kab. Sikka
Total 221.772,29
•Sebagian besar kawasan mrpkn alih fungsi dari hutan Lindung atau hutan produksi, shga banyak ditemukan vegetasi hutan tanaman jati, mahoni maupun kayu putih. Kecuali TWA Ruteng yang merupakan ekosistem hutan hujan dataran rendah yang masih alami, CA Mutis didominasi tegakan murni ampupu dan CA Maubesi yang merupakan hutan murni Mangrove.
• Masih ditemukannya satwa emdemik berupa Rusa, komodo, kura-kura leher ular dan beberapa jenis burung khususnya kakaktua kecil jambul kuning.
•Kawasan konservasi perairan TWA 17 Pulau diRiung, TWL Gugus Pulau Teluk Maumere dan TWL Teluk Kupang di Kupang. Setiap kawasan memiliki potensi biota laut dengan keunikan dan karakteristik masing-masing.

Anonim mengatakan...

nama : Noldy F.J. Blegur
NIM : 1411030043


selamt siang bapa......
mengingat dari beberpa tujuan dan manfaat konservasi seperti
A. tujuan konservasi

Adapun beberapa tujuan konservasi, yang diantaranya sebagai berikut ini:

Yang pertama, untuk memelihara maupun melindungi tempat-tempat yang dianggap berharga supaya tidak hancur, berubah atau punah.
Yang kedua, untuk menekankan kembali pada pemakaian bangunan lama supaya tidak terlantar, disini maksudnya apakah dengan cara menghidupkan kembali fungsi yang sebelumnya dari bangunan tersebut atau mengganti fungsi lama dengan fungsi baru yang memang diperlukan.
Yang ketiga, untuk melindungi benda-benda sejarah atau benda jaman purbakala dari kehancuran atau kerusakan yang diakibatkan oleh faktor alam, mikro organisme dan kimiawi.
Yang keempat, untuk melindungi benda-benda cagar alam yang dilakukan secara langsung yaitu dengan cara membersihkan, memelihara dan memperbaiki baik itu secara fisik maupun secara langsung dari pengarauh berbagai macam faktor, misalnya seperti faktor lingkungan yang bisa merusak benda-benda tersebut.

B. Beberapa manfaat konservasi

Manfaat dari kawasan konservasi terhadap ekosistem, yang diantaranya sebagai berikut ini:

Untuk melindungi kekayaan ekosistem alam dan memelihara proses – proses ekologi maupun keseimbangan ekosistem secara berkelanjutan.
Untuk melindungi spesies flora dan fauna yang langka atau hampir punah.
Untuk melindungi ekosistem yang indah, menarik dan juga unik.
Untuk melindungi ekosistem dari kerusakan yang disebabkan oleh faktor alam, mikro organisme dan lain-lain.
Untuk menjaga kualitas lingkungan supaya tetap terjaga, dan lain sebagainya.

Jika dari segi ekonomi:

Unutk mencegah kerugian yang diakibatkan oleh sistem penyangga kehidupan misalnya kerusakan pada hutan lindung, daerah aliran sungai dan lain-lain. Kerusakan pada lingkungan akan menimbulkan bencana dan otomatis akan mengakibatkan kerugian.
Untuk mencegah kerugian yang diakibatkan hilangnya sumber genetika yang terkandung pada flora yang mengembangkan bahan pangan dan bahan untuk obat-obatan.

maka khusus di NTT sendiri sudah banyak terdapat kawasan yang dikonservasi namun kawsan itu sudah mengalami penurunan kualitas lingkungan akibat dari ulah manusia, kawasan kawasan ini umumnya sudah baik keberadaannya namun pada beberapa tempat degradasi keanekaragaman hayati dan plasma nutfahnya masih terus menurun akibat dari kurangnya pengawasan dan pemahaman dari masyarakat akan tujuan dari konservasi dan manfaat sosial ekonomi serta manfaat esensial dari ligkungan itu sendiri untuk jangka panjangnya. misalnya pembangunan tidak pada tempatnya, penambangan pada lahan konservasi, alih fungsi lahan,perusakan kawasan tangkapan air dan sampai pada pemanfaatan lainnnya dari lahan itu yang mengakibatkan penurunan kulaitas kawasan itu sendiri, untuk itu yang paling penting dalam keberlangsungan konservasi ini adalah bagaimana peningkatan pemahaman dari masyarakat itu sendiridan aparat pengambil kebijakan.

dengan adanya klasifikasi kriteria kawasan konservasi ini akan memberikan sebuah nilai deskriptif yang khas terhadap kawasan itu sendiri sehingga ketika telah berjalan kawasan ini jika dioptimalkan dalam peningkatan dibidang pariwisata maka akan memberikan dampak yang luar biasa bagi masyarakat dan menumbuhkan rasa kecintaan terhadap kawasan konservasi ini dan mayarakat menganggap ini adalah aset yang sangat penting sebagai sumber penghasilan sehingga perlu dijaga, akibatnya secara naluriah semua masyarkat akan menjaganya dan kawasan ini akan terjag dengan baik.

dengan adanya klasisifikasi kriteria kawasan konservasi ini juga akan memberikan pemahaman kepada kami mahasiswa pascasarjana ilmu lingkungn undana bahwa dalam menentukan kawasan konservasi ini juga perlu diketahui karakteristik dan kriteria klasifikasi kawasan konservasi sehingga memberikan niai lebih bagi semua komponen masyarakat.
makasih bapa......

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan...

naomi wello Frendrika14 Oktober 2015 15.21

NAOMI FRENDRIKA WELLO
NIM 14110300.45
Makasi banyak bpk untuk tgs ini. Menurut saya komparasi/perbandingan perbedaan antara UU No5 Tahun 1990,UU No 41 Tahun 1999 dan UU No 32 Tahun 2009 adalah pada UU No 32 Tahun 2009 adanya penguatan ttg prinsip-prinsip perlindubgan & pengelolaan lingkungan hidup yg didasarkan pada tata kelola pemerintahan yg baik karena dlm setiap proses perumusan & penerapan instrumen pencegahan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi,partisipasi,akuntabilitas dan keadilan.Selain itu UU No 32 Thn 2009 juga mengatur ttg keutuhan unsur-unsur pengelolaan lingkungan hidup,kejelasan kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, penguatan pd upaya pengendalian lingkungan hidup,penguatan instrumen,pencegahan, pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup, yg meliputi instrumen kajian lingkungan hidup strategis,tataruang,baku mutu lingkungan hidup, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup,AMDAL, UKL-UPL,Perizinan,instrumen ekonomi lingkungan hidup,Peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup,anggaran berbasis lingkungan hidup,analisis resiko lingkungan hidup, dan instrumen lain yg sesuai dg perkembangan lingkungan hidup dan teknologi. Kemudian ada jg pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian,pendayagunaan pendekatan ekosisten,kepastian dalam merespon dan mengantisipasi perkembangan lingkungan global, penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi,akses partisipasi dan akses keadilan serta penguatan hak-hak masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, adanya penguatan kelembagaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih efektif dan responsif, penguatan kewenangan pejabat pengawas lingkungan hidup dan penyidik PNS lingkungan hidup, dan adanya penegakan hukum perdata, administrasi dan pidana secara lebih jelas. Pada uu no 32 Tahun 2009 dalam penegakan hukum secara pidana lebih dipertajam dengan diperkenalkan ancaman hukuman minimum di samping maksimum, perluasan alat bukti, pemidanaan bagi pelanggaran baku mutu, keterpaduan penegakan hukum pidana, dan pengaturan tindak pidana korporasi.untuk penegakan hukum pidana tetap memperhatikan azas ultimum remedium yang mewajibkan penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum administrasi di anggap tidak berhasil. UU no 41 Tahun 1999 lebih membahas tentang masalah kehutanan : perencanaan,inventarisasi,penatagunaan lahan,pengelolaan,pemanfaatan,rehabilitasi dan reklamasi,perlindungan dan konservasi,penelitian dan pendidikan,dan penegakan hukum.sedangkan pada uu no 5 Tahun 1990 hanya membahas tentang masalah konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistem, yang merupakan penjabaran dari uu no 4 Tahun 1982 tentang ketentuan ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup.sehingga dapat dikatakan bahwa uu no 5 tahun 1990 dan uu no 41 Tahun 1999 tidak secara terperinci memuat hal hal teknis seperti yang terdapat pada uu no 32 Tahun 2009 sehingga uu no 32 Tahun 2009 merupakan hasil rumusan mendalam dan penjelasan dri setiap pasal demi pasal sangat jelas dan terperinci serta melengkapi uu no 5 Tahun 1990 dan uu no 41 Tahun 1999 kesamaan antara ketiga uu tersebut adalah menyatakan bahwa UUD 1945 merupakan sebagai landasan konstitutional yang menyatakan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi bagi setiap warga negara indonesia, oleh karna itu perlu dikelola dan dimanfaatkan secara lestari,selaras,serasi,dan seimbang bagi kesejahtraan masyarakat indonesia pada khususnya dan umat manusia pada umumnya baik masa kini maupun masa depan.hal ini juga terdapat dalam negara pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup indonesia dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makluk hidup lain. Terima kasih

Unknown mengatakan...

KOMPARASI UU 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP, UU 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DAN UU 51 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

Baharudin Hamzah
NIM 1411003042

A. UNDANG-UNDANG 32 TAHUN 2009
Yang dimaksud perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup meliputi: 1)Aspek Perencanaan yang dilakukan melalui inventarisasi lingkungan hidup, penetapan wilayah ekoregion dan penyusunan RPPLH (Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup). 2)Aspek Pemanfaatan Sumber daya Alam yang dilakukan berdasarkan RPPLH. Tetapi dalam undang-undang ini telah diatur bahwa jika suatu daerah belum menyusun RPPLH maka pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. 3) Aspek pengendalian terhadap pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup yang meliputi pencegahan, penanggulangan dan pemulihan.
Dalam UU 32 tahun 2009 ini juga dimasukkan pengaturan beberapa instrumen pengendalian baru, antara lain: KLHS, tata ruang, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, AMDAL, UKL-UPL, perizinan, instrumen ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkungan hidup, analisis resiko lingkungan hidup, audit lingkungan hidup, dan instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan. Pemeliharaan lingkungan hidup yang dilakukan melalui upaya konservasi sumber daya alam, pencadangan sumber daya alam, dan/atau pelestarian fungsi atmosfer
B. UNDANG- UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999
Dalam UU Nomor 41 tahun 1999 juga secara jelas memilah hutan berdasarkan fungsinya selain sebagai hutan lindung, juga hutan berfungsi sebagai kawasan konservasi hal ini bertujuan hutan yang dicadangkan untuk keperluan pengawetan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. Hutan konservasi di bagi ke dalam dua golongan yakni kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. Kedua pengertian hutan ini sama-sama memiliki fungsi pengawetan keanekaragaman satwa, tumbuhan dan ekosistemnya. Hanya saja pada kawasan pelestarian alam diikuti kata pemanfaatan secara lestari sumberdaya tersebut.
C. UNDANG-UNDANG NOMOR 51 TAHUN 1990
konservasi adalah upaya pelestarian atau perlindungan, seperti tercantum dalam Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan. Namun secara gamblang soal konservasi ini dapat dirujuk dari UU No. 32/2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup yang secara khusus tentu diatur oleh UU perbidangnya.
Dalam Pasal 1 angka 18 diberikan pengertian sebagai berikut: “Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya” . selanjutnya di dalam Pasal 57 ayat (2) disebutkan bentuk kegiatan konservasi itu meliputi: “Perlindungan SDA; Pengawetan SDA; Pemanfaatan secara lestari SDA” Sedang didalam penjelasan Pasal 57 ayat (1) huruf a ditegaskan: “Konservasi sumber daya alam meliputi, antara lain, konservasi sumber daya air, ekosistem hutan, ekosistem pesisir dan laut, energi,ekosistem lahan gambut, dan ekosistem karst”
Perbedaannya soal “kawasan konservasi” apa pengertiannya dan apa saja kawasan konservasi dalam UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem dan UU No. 41/1999 tentang Kehutanan tidak disebutkan, kecuali Undang-Undang 32 tahun 2009. Sedangkan persamaannya adalah, ketiga undang-undang memberi ruang tentang konservasi sumber daya alam. (*)

Anonim mengatakan...

SIDIK LEIN KUMA ATASOGE
NIM :1411030054
Program Pascasarjana Ilmu Lingkungan Undana
Semester III
Dalam rangka mempertahankan ekosistim dan keanekaragaman hayati,Pemerintah telah menetapkan kawasan Konservasi daratan yaitu : 44 Lokasi Taman Nasional, 104 Lokasi TWA, 17 Lokasi Taman Hutan Raya, 14 Lokasi Taman Buru, 214 Lokasi Cagar Alam, dan 63 lokasi Suaka Margasatwa.Sedangkan wilayah konservasi laut telah ditetapkan : 6 Lokasi Taman Nasional, 9 Lokasi Cagar Alam, 6 Lokasi Suaka Margasatwa dan 18 Lokasi Taman Wisata Alam Laut.
Dari Jumlah Kawasan Konservasi tersebut sebagian terletak di Wilayah Nusa Tenggara Timur yakni : 4 Lokasi Taman Nasional ( Komodo, Kelimutu, Laiwanggi Wanggameti, dan Manupeu Tanadaru ), 2 Lokasi Taman Buru ( Dataran Bena dan Pulau Ndana Rote), 8 Lokasi Cagar Alam ( Gunung Mutis, Kimang Boleng I, Kimang Boleng II, Maubesi, Riung, Wae wu’ul, Watu Ata, Wolo Tadho), 10 Lokasi Taman Wisata Alam Daratan ( Camplong, Ruteng, Pulau Lapang, Pulau Manipo, pulau Rusa, 17 pulau ruing/ Laut, Tuti Adagae, Baumata dan Egon Iliwuli), dan 2 taman Wisata Laut ( Teluk Kupang, Pulau batang, gugus pulau teluk Maumere) dan 1 Lokasi Tahura. Sumber:( Prof. Ir. Herman Johanes ).

Anonim mengatakan...

PERBANDINGAN UU 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP, UU 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DAN UU 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

SIDIK LEIN KUMA ATASOGE
NIM :1411030054
Program Pascasarjana Ilmu Lingkungan Undana
Semester III

Undang – undang no 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistimnya dimana tujuan pengelolaan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistimnya yakni : dapat terwujudnya kelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistimnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahtraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Untuk mencapai tujuan tersebut , Pemerintah dalam hal ini , BKSDA sebagai pihak pengelola kawasan konservasi di NTT melaksanakan kegiatan antara lain :
1. Perlindungan terhadap sistim penyangga penyangga kehidupan
Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan bagi terpelihara proses ekologis yang menunjang kelangsungan kehidupan kesejahtraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.
Usaha usaha yang dilakukan adalah : Pderlindungan mata air, tebing tepi sungai,danau, jurang, pemeliharaan fungsi hidrologis hutan, perlindungan pantai, Pengelolaan DAS, perlindungan gejala keunikan dan keindahan alam.
2. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwaliar beserta ekosistimnya.
Kegiatan yang dilakukan : in situ dan ex situ.
3. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistimnya.

UU No : 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan:
Di dalam Undang-undang Kehutanan Pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa semua hutan dalam wilayah Republik Indonesia, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya, dikuasai oleh Negara. Di dalam ayat (2) disebutkan bahwa hak menguasai dari Negara yang tersebut pada ayat (1) diatur dengan memberi wewenang kepada Pemerintah untuk : Pertama, menetapkan dan mengatur perencanaan, peruntukkan, penyediaan dan penggunaan hutan sesuai dengan fungsinya dalam memberikan manfaat kepada rakyat dan Negara;
Kedua, menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang atau badan hukum dengan hutan, dan mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai hutan. Dengan demikian, aktualisasi misi yang diemban dalam kebijakan pembangunan Kehutanan adalah : Pertama, memberi kesempatan berusaha, bekerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat; Kedua, meningkatkan pendapatan bagi Pemerintah demi kelangsungan dan pemerataan pembangunan; Ketiga, mempunyai fungsi yang optimal dan lestari sesuai peruntukkannya, yaitu fungsi produksi dan perlindungan agar dapat memberi manfaat ekonomi, ekologi dan sosial secara berkelanjutan.

Anonim mengatakan...

Nama : Martha Maria M. Benu
NIM : 1411030074

Kawasan konservasi adalah suatu kawasan yang dikelola secara bijaksana termasuk sumber daya alam yang ada didalamnya untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. Kawasan konservasi tidak hanya memberikan nilai bagi perlindungan habitat alam beserta flora dan fauna yang ada didalamnya tetapi juga memelihara stabilitas/keseimbangan lingkungan wilayah disekitarnya. Kawasan konservasi menurut IUCN adalah Area darat dan/atau laut yang secara khusus ditetapkan untuk melindungi dan memelihara keanekaragaman hayati, sumber daya alam dan budaya yang melekat padanya, dan dikelola secara legal atau dengan cara lain yang efektif. Klasifikasi kawasan konservasi merupakan kerangka yang menjelaskan status dan fungsi kawasan sebagai dasar usaha konservasi.
Pelestarian alam di Indonesia mengacu kepada dua undang-undang (UU) induk, yakni UU no 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya; serta UU no 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
Propinsi Nusa Tenggara Timur memiliki potensi sumberdaya alam yang berlimpah dan ekosistem yang beranekaragam dengan Kawasan Lindung seluas 652,916 ha, yang terbagi dalam perlindungan terhadap kawasan bawahnya 170.461 ha
Kawasan Konservasi yang dikelola di Nusa Tenggara Timur antara lain :
1. Suaka Margasatwa ALE ASISIO Timor Tengah Selatan, 5.918,00 ha, SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 423/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
2. Suaka Margasatwa HARLU Kupang, 2.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 84/Kpts-II/1993,16 Februari 1993.
3. Suaka Margasatwa KATERI Belu, 4.560,00 ha, SK Menteri Pertanian RI Nomor: 394/Kpts/Um/5/81, 5 Juli 1981.
4. Suaka Margasatwa Danau TUADALE Kupang,. 500,00 ha, SK Menteri Kehutanan RI Nomor: 195/Kpts-II/1993 27 Februari 1993.
5. Cagar Alam MAUBESI Belu, 1.830,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 394/Kpts/Um/5/81, 7 Mei 1981.
6. Cagar Alam GUNUNG MUTIS Timor Tengah Selatan, 12.000,00 ha, SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 423/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
7. Cagar Alam PERHALU Kupang, 1.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 196/Kpts-II/1993, 27 Februari 1993.
8. Cagar Alam TAMBORA Ende, 1.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 423/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
9. Cagar Alam WATU ATA Ngada, 4.898,80 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 432/Kpts-II/1992, 5 Mei 1992.
10. Cagar Alam WAY WUUL/MBURAK Manggarai, 1.484,84 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 437/Kpts-II/1996, 9 Agustus 1996.
11. Cagar Alam WOLO TADO, NGEDE NALO MERAH, SIUNG Ngada, 4.016,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 429/Kpts-II/1992, 5 Mei 1992.
12. Taman Hutan Raya Prof. Ir. Herman Yohanes; Kupang, 1.900 ha ini ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 80 Tahun 1996, 11 Oktober 1996.
13. TN.Kelimutu; (Ende), 5.356,50 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 679/Kpts-II/1997, 10 Oktober 1997.
14. TN. Komodo; (Manggarai), 173.700,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 306/Kpts-II/1992, 29 Februari 1992.
15. TN. Laiwangi – Wanggameti; (Sumba Timur), 47.014,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 576/Kpts-II/1998, 13 Agustus 1998.
16. TN. Manupeu – Tanah Daru; (Sumba Barat), 87.984,09 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 576/Kpts-II/1998, 3 Agustus 1998.
17. TN. Perairan Laut Sawu , 3,5 juta ha. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor : 5/KEPMEN-KP/2014
Dan masih banyak taman wisata alam yang terdapan di NTT.
Pengelolaan Kawasan konservasi sumber daya alam yang ada di NTT dalam penanganannnya ada kawasan yang belum berjalan dengan baik. Misalnya, Taman Wisata Alam Ruteng telah ditetapkan sebagai kesatuan pengelolaan hutan konservasi (KPHK) oleh menteri kehutanan pada 2013, namun struktur organisasinya belum terbentuk sampai sekarang. Termasuk beberapa kawasan konservasi justru digunakan masyarakat untuk budidaya pertanian dan perkebunan, seperti di Cagar Alam Watu Ata, Kimang Boleng dan Ndeta Kelikima. Persoalan lainnya adalah minimnya tenaga dan sarana-prasarana.

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan...

Komparasi/Perbandingan antara UU no 5 thn 1990, UU no 41 thn 1999 dan UU no 32 thn 2009.

Undang-undang no 5 tahun 1990 tentang konservasi SDA hayati dan ekosistem : mengatur tentang perlindungan terhadap SDA hayati sebagai penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman hayati, dan juga pemanfaatan yang lestari serta urusan pembantuan pengawasan dan pengelolaan SDA hayati, dengan tujuan agar dalam pemanfaatan SDA hayati perlu diperhatikan konsep pemanfaatan yang lestari karena mengingat unsur unsur SDA hayati dan ekosistemnya saling tergantung antara satu dengan yang lainnya sehingga apabila terjadi kerusakan dan kepunahan salah satu unsur akan berakibat terganggunya ekosistem dan untuk menjaga agar pemanfaatan SDA hayati dapat berlangsung dengan baik maka diperlukan langkah-langkah konservasi sehingga SDA hayati dan ekosistemnya selalu terpelihara dan mampu mewujudkan keseimbangan dan melekat dengan pembangunan itu sendiri.
undang-undang no 41 tahun 1999 : memuat tentang kehutanan.Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis. Hutan harus diurus dan dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat.Hutan mempunyai peran penting dalam penyediaan bahan baku industri, sumber pendapatan, menciptakan lapangan dan kesempatan kerja.Upaya pengolahan hasil hutan tidak boleh mengakibatkan rusaknya hutan sebagai sumber bahan baku industri.
Undangundang ini mencakup pengaturan yang luas tentang hutan dan kehutanan,
termasuk sebagian menyangkut konservasi SDA hayati dan kosistemnya. Dengan telah ditetapkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi.SDA Hayati dan Ekosistemnya, maka semua ketentuan yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tersebut tidak diatur lagi dalam undang-undang ini.
undang-undang no 32 tahun 2009 : undangundang ini memuat tentang prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik, Undang-Undang ini juga mengatur:
a. keutuhan unsur-unsur pengelolaan lingkungan hidup;
b. kejelasan kewenangan antara pusat dan daerah;
c. penguatan pada upaya pengendalian lingkungan hidup;
d. penguatan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, perundang-undangan berbasis lingkungan hidup,anggaran berbasis lingkungan hidup, analisis risiko lingkungan hidup, dan instrumen lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
e. pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian;
f. pendayagunaan pendekatan ekosistem;
g. kepastian dalam merespons dan mengantisipasi perkembangan lingkungan global;
h. penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi,akses partisipasi, dan akses keadilan serta penguatan hak-hak masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
i. penegakan hukum perdata, administrasi, dan pidana secara lebih jelas;
j. penguatan kelembagaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih efektif dan responsif; dan
k. penguatan kewenangan pejabat pengawas lingkungan hidup dan penyidik pegawai negeri sipil lingkungan hidup.
upaya pengelolaan dan perlindungan SDAhayati dengan tujuan yang sama agar dalam pemanfaatannya tetap berpegang pada konsep pemanfaatan yang lestari dengan melihat pada perencanaa sampai pada penegakan hukum yang ada, dan juga dalam pengelolaannya perlu adanya keterlibatan dari semua pihak baik itu pemerintah maupun rakyat sehingga tercapai apa yang diamanatkan oleh UUD 1945 yaitu terciptanya suatu kehidupan yang adil dan merata.

Unknown mengatakan...

TUGAS KE – IV

KOMPARASI UU RI NOMOR 5 TAHUN 1990, UU RI NOMOR 41 TAHUN 1999 DAN UU RI NOMOR 32 TAHUN 2009.

UU RI No.5 tahun 1990 mengatur tentang konservasi alam dan ekosistem mengadopsi konsepsi Taman Nasional dunia yang tertuang dalam berbagai konvensi yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya. UU No.5 tahun 1990 adalah upaya untuk melindungi kelestarian alam dan lingkungan hidup Indonesia dengan tetap memanfaatkannya secara lestari dan bijaksana. UU No.5 tahun 1990 ialah peraturan pertama di Indonesia tentang kawasan konservasi, dibedakan berdasarkan fungsinya melalui kegiatan yang boleh dilakukan didalamnya yaitu Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA).Selanjutnya KSA dibedakan dalam bentuk Cagar Alam dan Suaka Margasatwa (SM).Sedangkan KPA dibedakan menjadi Taman Nasional (TN),Taman Hutan Raya (TAHURA) dan Taman Wisata Alam (TWA).Semua kategori kawasan konservasi tersebut mencakup wilayah darat maupun laut.
Negara berkewajiban untuk melindungi kawasan konservasi dengan berbagai bentuk konkrit. Bentuk-bentuk seperti memberikan nilai tambah kepada masyarakat untuk mengelola hasil hutan dan memprioritaskan hasil-hasil non hutan,juga mengakui keberadaan masyakat adat yang terdapat didalam kawasan hutan dan desa-desa sekitar hutan. Kewajiban ini melekat sebagai bentuk tanggung jawab negara didalam mengelola sumberdaya alam dan melindungi keberlangsungan lingkungan.
Asas dari konservasi SDA hayati dan ekosistemnya dalam UU No 5 Tahun 1990 adalah pelestarian kemampuan dan pemanfaatan SDA hayati dalam ekosistemnya secara serasi dan seimbang. Sedangkan tujuan dari konservasi SDA hayati dan ekosistemnya yaitu mengusahakan terwujudnya kelestarian SDA hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam konservasi alam, yaitu :
a. perlindungan sistem penyangga kehidupan
b. pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya
c. pemanfaatan secara lestari sumberdaya alami hayati dan ekosistemnya.
Di tingkat nasional,kebijakan mengenai pelestarian keanekaragaman hayati adalah UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekosistemnya yang mengatur konservasi ekosistem dan spesies terutama di kawasan lindung. Perundangan ini belum dapat dikatakan komprehensif karena cakupannya masih berbasis kehutanan dan pelestarian hanya dikawasan lindung. Padahal di luar kawasan lindung banyak sekali eksosistem yang mengalami ancaman yang setara.

Unknown mengatakan...

LANJUTAN TUGAS KE – IV

KOMPARASI UU RI NOMOR 5 TAHUN 1990, UU RI NOMOR 41 TAHUN 1999 DAN UU RI NOMOR 32 TAHUN 2009.

UU RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan didalam pasal 5 Jo UU Nomor 19 Tahun 2004, ditentukan ada empat jenis hutan, yaitu berdasarkan : (1) statusnya, (2) fungsinya, (3) tujuan khusus, dan (4) pengaturan iklim mikro, estetika, dan resapan air. Hutan dapat dikategorikan sebagai 1) hutan berdasarkan statusnya, meliputi hutan negara dan hutan hak, 2) hutan berdasarkan fungsinya, meliputi hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi. Masing-masing fungsi kawasan tersebut mengemban tugas masing-masing yaitu untuk kawasan hutan konservasi berfungsi melindungi kawasan dan jenis tumbuhan dan satwa, hutan lindung berfungsi untuk perlindungan hidrologi sedangkan hutan produksi berfungsi untuk menghasilkan hasil serta kayu ikutannya.
Asas Penyelenggaraan Kehutanan untuk manfaat dan lestari, kerakyatan dan keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan. Dengan Tujuan hukum kehutanan adalah melindungi, memanfaatan, dan melestarikan hutan agar dapat berfungsi dan memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat secara lestari.
Hutan mempunyai tiga fungsi menurut pasal 6 ayat (1) yaitu 1). Hutan Konservasi, 2) Hutan Lindung, 3) Hutan produksi.

UU RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, hanya mengenal dua bentuk masalah lingkungan hidup, yaitu pencemaran lingkungan dan perusakan lingkungan. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan asas tanggung jawab negara, kelestarian dan keberlanjutan, keserasian dan keseimbangan, keterpaduan, manfaat, kehati-hatian, keadilan, ekoregion, keanekaragaman hayati, pencemar membayar, partisipatif, kearifan lokal, tata kelola pemerintahan yang baik, dan otonomi daerah.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan melindungi wilayah NKRI dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia, menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem, menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup, mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup, menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan, menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia, mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana, mewujudkan pembangunan berkelanjutan, dan mengantisipasi isu lingkungan global. Dengan Ruang Lingkup Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi: perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.

Meky Da Cunha mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Meky Da Cunha mengatakan...

MEKY DA CUNHA
NIM :1411030032
Program Pascasarjana Ilmu Lingkungan Undana
Semester III

KOMPARASI UU 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP, UU 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DAN UU 51 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

Hutan konservasi merupakan kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai tempat pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Jadi hutan konservasi sebagai hutan perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan serta tempat berbagai flora dan fauna. Keberadaan hutan konservasi sangat penting sebab sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sebagai bagian dari sumber daya alam yang terdiri dari alam hewani, alam nabati ataupun berupa fenomena alam, baik secara masing-masing maupun bersama-sama mempunyai fungsi dan manfaat sebagai unsure pembentuk lingkungan hidup, yang kehadirannya tidak dapat diganti. 

Pengaturan masalah kehutanan di Indonesia terdapat dalam Undang-undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (selanjutnya disingkat UUK). Dalam penjelasan umum UUK disebutkan bahwa hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan baik manfaat ekologi, social budaya maupun ekonomi. Secara seimbang dan dinamis hutan mempunyai peranan sebagai penyerasi dan penyeimbang lingkungan global sehingga keterkaitannya dengan dunia internasional menjadi sangat penting dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional.Pengelolaan dan pemanfaatan hutan harus dilaksanakan secara bijaksana dalam arti tidak hanya berupaya untuk mengambil manfaat sebesar-besarnya dari hasil hutan namun juga harus memperhatikan aspek pemeliharaan dan pengawetan potensi hutan itu sendiri. Dalam Pasal 6 ayat (2) UUK pemerintah menetapkan hutan berdasarkan tiga fungsi pokok yaitu hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi.

Sejumlah produk perundang-undangan yang melindungi kawasan konservasi selain UUK adalah antara lain UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH) yang telah diganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup  serta UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Konservasi tidak dapat dilepaskan dari konsep perlindungan lingkungan alam sehingga dalam penjabarannya konservasi sering dilakukan dalam bentu zone atau kawasan lindung. Dalam Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1999 pada Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi umum melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan nilai sejarah serta budaya guna kepentingan pembangunan berkelanjutan.
Selama ini aspek kehutanan telah mendapat porsi yang cukup dalam pengaturan hokum tertulis nasional Indonesia namun dalam pelaksanaannya masih banyak kekurangan-kekurangan terutama dalam pengaturan kawasan dan pengawasan hutan. Hutan lindung merupakan bagian dari hutan konservasi, jadi tidak ditujukan untuk produksi hasil hutan yang merupakan fungsi dari keberadaan hutan produksi. Perambahan hutan dapat menyebabkan berubahnya fungsi hutan.

Meky Da Cunha mengatakan...

MEKY DA CUNHA
NIM :1411030032
Program Pascasarjana Ilmu Lingkungan Undana
Semester III


Selama lebih dari tiga dasawarsa kepemimpinan di era orde baru, keadaan hutan Indonesia memiliki potret yang menyedihkan. Paradigma pengelolaan kawasan hutan yang eksploitatif menjadikan hutan dan sumber daya alam yang ada didalamnya sebagai obyek eksploitasi untuk mengejar pembangunan ekonomi tanpa mempedulikan kerentanan ekosistem. Paradigma tersebut tampaknya masih diwarisi oleh Pemerintah saat ini. UU No.
41 Tahun 1999 sebenarnya telah mencoba mengubah paradigma pengelolaan hutan yang tadinya sangat eksploitatif ke arah pengelolaan yang juga menitikberatkan perlindungan sumber daya hutan dan pemberian akses pemanfaatan kawasan hutan bagi masyarakat.

Apalagi jika dikaitkan dengan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang mencoba mengembangkan kewajiban Pemerintah dan peran serta masyarakat dalam upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sebagai bagian terpenting dari unsur pembentuk lingkungan hidup. Namun, tampaknya komitmen Pemerintah dalam kedua undangundang tersebut hanya berhenti sebatas regulasi semata tanpa ada aplikasi yang memadai. Secara keseluruhan, pengelolaan hutan Indonesia mengalami krisis yang bersifat multidimensional, mulai dari deforestasi kawasan hutan hingga konflik horizontal di masyarakat. Beberapa permasalahan tersebut akan dijabarkan sebagai berikut:
a. Deforestasi
Deforestasi di Indonesia sebenarnya berangkat dari warisan suatu sistem politik dan ekonomi korup yang menganggap bahwa sumber daya alam, khususnya hutan merupakan sumber pendapatan yang bisa dieksploitasi sebanyakbanyaknya
demi mengejar keuntungan pribadi, tanpa mempedulikan akibatnya terhadap kelestarian ekosistem kawasan hutan. Pemanfaatan kawasan hutan selama ini telah membawa ancaman deforestasi yang cukup mengejutkan. Sedangkan untuk kawasan hutan konservasi sendiri, angka deforestasi mencapai 55.616,4 ha/tahun.Deforestasi disebabkan karena berbagai hal, diantaranya kebakaran hutan, penebangan liar (illegal logging), perambahan hutan secara ilegal,konversi hutan untuk tempat tinggal, indutri serta kegiatan pembangunan lainnya dan kesalahan pengelolaan. Dengan angka deforestasi hutan yang sedemikian besar, tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan pemanfaatan hutan selama ini telah membawa kepada hilangnya ekosistem kawasan hutan.
b. Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan umumnya terjadi di hutan Sumatera dan Kalimantan.
Kebakaran hutan diduga terjadi, baik secara disengaja maupun secara alami. Secara alami, kebakaran hutan diduga sebagai konsekuensi adanya endapan kayu arang. Namun, belakangan ini diketahui bahwa kebakaran hutan lebih disebabkan oleh faktor deforestasi yang sangat tinggi. Kebakaran hutan secara sengaja pada umumnya lebih untuk kegiatan perladangan, maupun pembukaan lahan untuk tujuan lainnya. Kebakaran hutan tidak dapat disangkal menimbulkan kerugian yang cukup besar, baik dari segi ekonomi maupun konservasi yang meliputi rusaknya habitat dan ekosistem hutan, pencemaran udara, gangguan penerbangan, gangguan kesehatan, kematian, maupun rusaknya harta benda.

Meky Da Cunha mengatakan...

MEKY DA CUNHA
NIM :1411030032
Program Pascasarjana Ilmu Lingkungan Undana
Semester III

c. Kebijakan Otonomi Daerah
Instrumen kebijakan perimbangan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah, baik dalam UU No. 22 Tahun 2009 maupun UU No. 32 Tahun
2004 telah memberikan porsi kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah daerah dalam mengelola sumber daya alam yang ada di wilayahnya. Hal ini tentu saja memberikan keleluasaan kepada daerah dalam mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya, termasuk dalam sektor kehutanan. Namun sayangnya, orientasi pemanfaatan hutan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah tidak mengutamakan unsur konservasi dan kelestarian ekosistem. Pemanfaatan hutan seringkali disalahartikan sebagai eksploitasi besarbesaran seluruh sumber daya hutan yang tentunya mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah.
d. Konflik Agraria
Konflik agraria terjadi akibat adanya sengketa penggunaan lahan kehutanan yang terjadi antara masyarakat adat, para transmigran, kegiatan perkebunan, kegiatan pertambangan maupun kegiatan kehutanan itu sendiri. Konflik antara masyarakat sekitar kawasan hutan yang mengklaim hakhaknya atas tanah dan sumberdaya hutan dengan pemerintah maupun perusahaan pertambangan dan perkebunan telah meningkat secara konsisten sepanjang lima belas tahun terakhir. Masyarakat sekitar kawasan hutan yang selama turuntemurun melakukan pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan menuntut haknya terhadap akses kawasan hutan yang telah diberikan konsesi baik kepada perusahaan pertambangan maupun perkebunan. Tidak adanya batas lahan yang jelas serta wilayah konsesi yang terlalu luas menjadi faktor utama
penyebab konflik horizontal tersebut. Konflik atas pemanfaatan terhadap hutan dan sumberdaya alam tersebut akan tetap menjadi konflik laten, kecuali jika ada satu usaha serius dan terorganisir untuk merasionalisasi Kawasan Hutan Negara melalui strategi tindakan yang jelas.
e. Penebangan Liar (Illegal Logging) dan Penambangan Liar (Illegal Mining)
Timbulnya kegiatan penebangan liar lebih banyak dilatarbelakangi oleh
lemahnya penegakan hukum dan buruknya sistem perekonomian. Ketika krisis ekonomi melanda tahun 1998, terjadi PHK besarbesaran yang menyebabkan masyarakat kemudian beralih mencari nafkah dengan melakukan kegiatan penebangan liar (illegal logging). Selain itu, kegiatan penebangan liar juga tidak jarang dilakukan oleh perusahaan besar yang tidak memiliki izin. Diduga kerugian negara akibat penebangan liar mencapai miliaran rupiah, belum lagi kerugian akibat hilangnya tegakan serta habitat satwa liar, khususnya satwa liar yang dilindungi. Sama halnya dengan penebangan liar, kegiatan penambangan liar pada umumnya dilakukan secara tradisional oleh masyarakat sekitar hutan.maupun perusahaan pertambangan skala kecil yang tidak memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP). Namun, tidak jarang pula
dilakukan oleh perusahaan pertambangan besar yang bersekongkol dengan aparat
pemerintahan setempat. Contoh paling nyata kegiatan penambangan liar adalah
tambang bijih emas di kawasan Daerah Aliran Sungai atau biasa disebut dengan
Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI).
f. Kerusakan Lingkungan
Kegiatan pertambangan seringkali menjadi penyebab rusaknya kelestarian
lingkungan di kawasan hutan. Kerusakan tersebut terjadi baik pada masa penambangan maupun pasca tambang. Dampak lingkungan ini sangat terkait dengan penerapan teknologi dan teknik pertambangan yang digunakan. Pada masa penambangan, permasalahan seringkali berkaitan dengan pembuangan limbah (dumping), hilangnya biodiversity (keanekaragaman hayati) akibat pembukaan lahan, maupun adanya air asam tambang. Sedangkan masa pasca tambang, banyak perusahaan yang kemudian meninggalkan wilayah pertambangannya apabila tidak terdapat kandungan bahan tambang atau cadangannya telah habis. Oleh karena itu, kebijakan reklamasi pasca tambang harus memiliki aturan yang jelas serta pengawasan yang ketat dari aparat pemerintah.

Anonim mengatakan...

Nama : KRISWOYO
NIM : 1411030037

KOMPARASI
Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Eosistemnya, Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Dan Undang-Undang RI Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Di era Globalisasi saat ini, setiap Negara dituntut untuk dapat meningkatkan pembangunan agar dapat mengejar atau menyamai Negara-negara yang dianggap mapan dalam rangka menopang stabilitas internasional. Pembangunan tersebut diarahkan secara spesifik untuk membentuk kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur di masing-masing Negara tidak terkcuali di Indonesia dengan memperhatikan segala aspek termasuk aspek lingkungan hidup.

Hutan pun menjadi sangat idola bagi pemanfaatan sumber daya kekayaan alam. Faktor ini pun menjadi alasan utama eksploitasi hutan. Padahal jika dicerna keberadaan hutan tidak hanya dapat dilihat dari sisi ekonomis saja tetapi juga dari social budaya, dimana hutan sebagai tempat tinggal berbagai macam mahluk hidup manusia, binatang, dan tumbuhan serta dari sisi kesehatan sebagai paru-paru dunia, senjata ampuh bagi “Global Warming”. Yang menjadi masalah saat ini pengelolaan hutan yang dilakukan secara illegal telah membuat dampak buruk bagi semua pihak baik dari segi ekonomi, kesehatan, social dan budaya.

Maka akhirnya saya berkesimpulan sudah saatnya UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya diubah dengan menitikberatkan pada ancaman pidana yang lebih berat serta lebih merinci setiap ancaman pidana berdasar pada Apendiks CITES demi terjaganya kelestarian satwa.

Pasal 40 Rehabilitasi hutan dan lahan dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas, dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.
Dengan keberadaan Undang-Undang Kehutanan Nomor. 41 Tahun 1999 mengenai bidang kehutanan telah mengatur secara baik dan jelas mengenai jenis- jenis tindak pidana yang termasuk dalam kejahatan dan pelanggaran didalam hal kehutanan, namun perlu adanya penyempurnaan Undang-Undang ini dikarenakan Undang_undang Nomor. 41 tahun 1999 ini salah satunya belum mengatur perihal tindak pidana kehutanan yang melibatkan pegawai negeri, sehingga aturan hukum yang dipakai untuk menindak pelaku-pelaku khususnya pegawai negeri yang terlibat dalam kejahatan Kehutanan seperti penebangan liar (illegal logging) terutama yang menyangkut unsur-unsur korupsi masih terus mengacu pada undang-undang tentang pemberantasan korupsi ini.

Mengapa dibuat UU ini? Karena saat ini segala aktivitas manusia untuk meningkatkan taraf hidup seringkali tidak bertanggung jawab dan merusak alam. Maka UU ini dibuat sebagai tindakan pemerintah untuk mencegah semakin rusaknya lingkungan dan untuk mengelola lingkungan menjadi lebih baik. Apa buktinya lingkungan kita rusak? Pada UU no 32 tahun 2009 pasal 21, disebutkan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang meliputi kerusakan ekosistem dan kerusakan iklim. Yang termasuk kerusakan ekosistem adalah kerusakan tanah, terumbu karang, mangrove, gambut, dan yang berkaitan dengan kebakaran hutan. Sedangkan kerusakan iklim adalah kenaikan temperatur, kenaikan air laut, badai, atau kekeringan

Anonim mengatakan...

Nama : Sylvia Mariani Suni
Nim : 1411030051
Semester III

Komparasi Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Eosistemnya, Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Dan Undang-Undang RI Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

a. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 lebih banyak memusatkan perhatian pada pengaturan tentang kelestarian sumber daya alam. Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistem, sehingga dapat mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Konservasi sumber daya alam dilakukan dengan kegiatan perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemhya serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam dan ekosistemnya. Peran pemerintah sangat besar dalam kegiatan-kegiatan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Pemerintah menetapkan wilayah tertentu sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan; menetapkan pola dasar pembinaan wilayah perlindungan dan sistem penyangga kehidupan; menetapkan pengaturan cara pemanfaatan wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan; mengatur dan menertibkan penggunaan dan pengelolaan tanah dan hak pengusahaan di perairan yang terletak dalam wilayah perlindungan dan sistem penyangga kehidupan; menetapkan dan mengelola kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa) dan pelestarian alam (taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam).Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dalam pandangan undang-undang ini adalah urusan negara yang kemudian dilaksanakan oleh pemerintah pusat.
b. Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 mendefinsikan hutan sebagai kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Sumber daya hutan dengan demikian tidak dilihat sebagai sekumpulan komoditi tetapi juga ekosistem yang unsur-unsurnya saling terkait. Perwujudan lain dari paradigma pengelolaan hutan oleh negara dalam undang-undang ini tampak jelas dalam pengaturan tentang masyarakat adat. Hal ini dimulai dari ketentuan yang tidak mengakui adanya hutan adat sebagai hutan berdasarkan statusnya. Undang-undang ini hanya mengakui hutan negara dan hutan hak sebagai hutan berdasarkan statusnya.
Undang-undang kehutanan ini belum mampu sepenuhnya menerjemahkan gagasan hutan untuk kesejahteraan rakyat.
c. Undang - Undang nomor 32 tahun 2009
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) menurut UU no 32 tahun 2009 pasal 1 ayat (2) adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.Dalam UU ini tercantum jelas dalam Bab X bagian 3 pasal 69 mengenai larangan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang meliputi larangan melakukan pencemaran, memasukkan benda berbahaya dan beracun (B3), memasukkan limbah ke media lingkungan hidup, melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar, dan lain sebagainya.
Larangan-larangan tersebut diikuti dengan sanksi yang tegas dan jelas tercantum pada Bab XV tentang ketentuan pidana pasal 97-123. Salah satunya adalah dalam pasal 103 yang berbunyi: Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Anonim mengatakan...

Nama : Sylvia Mariani Suni
Nim : 1411030051
Semester III

Komparasi Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Eosistemnya, Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Dan Undang-Undang RI Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

a. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 lebih banyak memusatkan perhatian pada pengaturan tentang kelestarian sumber daya alam. Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistem, sehingga dapat mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Konservasi sumber daya alam dilakukan dengan kegiatan perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemhya serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam dan ekosistemnya. Peran pemerintah sangat besar dalam kegiatan-kegiatan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Pemerintah menetapkan wilayah tertentu sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan; menetapkan pola dasar pembinaan wilayah perlindungan dan sistem penyangga kehidupan; menetapkan pengaturan cara pemanfaatan wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan; mengatur dan menertibkan penggunaan dan pengelolaan tanah dan hak pengusahaan di perairan yang terletak dalam wilayah perlindungan dan sistem penyangga kehidupan; menetapkan dan mengelola kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa) dan pelestarian alam (taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam).Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dalam pandangan undang-undang ini adalah urusan negara yang kemudian dilaksanakan oleh pemerintah pusat.
b. Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 mendefinsikan hutan sebagai kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Sumber daya hutan dengan demikian tidak dilihat sebagai sekumpulan komoditi tetapi juga ekosistem yang unsur-unsurnya saling terkait. Perwujudan lain dari paradigma pengelolaan hutan oleh negara dalam undang-undang ini tampak jelas dalam pengaturan tentang masyarakat adat. Hal ini dimulai dari ketentuan yang tidak mengakui adanya hutan adat sebagai hutan berdasarkan statusnya. Undang-undang ini hanya mengakui hutan negara dan hutan hak sebagai hutan berdasarkan statusnya.
Undang-undang kehutanan ini belum mampu sepenuhnya menerjemahkan gagasan hutan untuk kesejahteraan rakyat.
c. Undang - Undang nomor 32 tahun 2009
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) menurut UU no 32 tahun 2009 pasal 1 ayat (2) adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.Dalam UU ini tercantum jelas dalam Bab X bagian 3 pasal 69 mengenai larangan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang meliputi larangan melakukan pencemaran, memasukkan benda berbahaya dan beracun (B3), memasukkan limbah ke media lingkungan hidup, melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar, dan lain sebagainya.
Larangan-larangan tersebut diikuti dengan sanksi yang tegas dan jelas tercantum pada Bab XV tentang ketentuan pidana pasal 97-123. Salah satunya adalah dalam pasal 103 yang berbunyi: Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Anonim mengatakan...

nama: Noldy Blegur
Nim : 1411030051
Semester III

UU No. 5 Tahun 1990. UU No. 5 Tahun 1990 yang mengatur tentang Konservasi Alam dan Ekosistem mengadopsi konsepsi Taman Nasional dunia yang tertuang dalam berbagai konvensi yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya. Rumusan “Taman Nasional” sebagaimana diatur didalam Pasal 1 butir 14 “Taman national adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Definisi tentu saja tidak membuka ruang dan menegaskan keberadaan masyarakat yang berada dalam kawasan taman nasional dan sekitar kawasan.
Berangkat dari konsepsi dan definisi Taman Nasional sebagaimana diatur didalam UU No. 5 Tahun 1990 merupakan salah satu faktor yang membentuk paradigma negara dengan masyarakat yang terdapat didalam kawasan Taman Nasional dan desa-desa sekitar hutan. Masyarakat yang selama ini berada dalam kawasan dan desa-desa sekitar hutan menganggap bahwa pengelolaan sumber daya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan mereka. Masyarakat mempunyai pola dan tata cara untuk mengatur, melindungi dan mempertahankan sumber daya alam tersebut. Bayangkan, sebelum Indonesia merdeka, masyarakat yang berada didalam kawasan Taman nasional maupun di sekitar Taman Nasional telah mempunyai pengelolaan terhadap kawasan sumber daya alam dan terbukti mampu mencegah kerusakan hutan. Masyarakat secara arif dan terbukti mampu menjaga kelestarian secara berlanjut (sustainable).
Selain itu juga, UU No. 5 tahun 1990 yang berangkat paradigma negara yang mengadopsi dari konsepsi Taman Nasional di berbagai negara terutama dari Amerika. Apabila kita perhatikan konsepsi Taman nasional dari Amerika, maka yang utama konsepsi ini mempunyai paradigma “proteksi” terhadap kawasan Taman Nasional. Ini didasarkan bahwa Amerika menganggap perlunya “proteksi” Taman Nasional adanya kebutuhan menjaga kawasan dengan pertumbuhan masyarakat yang semakin cepat dan semakin tingginya polusi. Konsepsi ini tepat diberlakukan di Amerika selain karena penduduknya sudah masuk kedalam era industrialisasi yang tidak berinteraksi dengan kawasan Taman Nasional, konsepsi ini adalah jalan keluar terhadap “proteksi” taman nasional.
bersambung ..............

Anonim mengatakan...

nama: Noldy Blegur
Nim : 1411030043
Semester III
sambungan .........
Namun menjadi ironi apabila konsepsi ini ditelan mentah-mentah dalam konsepsi UU No. 5 Tahun 1990 didalam rumusan pasal 1 butir 14 UU No. 5 Tahun 1990. Perbedaan konsepsi yang berbeda latar belakang dan kebutuhan yang tidak sesuai dengan tipologi dan roh dari masyarakat Indonesia yang tidak terpisahkan dari sumber daya alam mengakibatkan konflik antara aparatur negara didalam “proteksi” kawasan Taman Nasional dengan masyarakat didalam kawasan rakyat dan masyarakat sekitar kawasan taman nasional. Dengan demikian, titik pangkal persoalan konflik masyarakat dengan aparatur negara dalam memproteksi kawasan Taman Nasional bermula dari konsepsi pandangan negara dalam rumusan pasal 1 butir (14) UU No. 5 Tahun 1990. Oleh karena itu merupakan perjuangan panjang dari aktivis lingkungan untuk merumuskan konsepsi taman nasional dengna memasukkan klausula ““yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia”, sehingga rumusan pasal 1 butir 14 menjadi “bahwa sumber daya alam hayati Indonesia dan ekosistemnya adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia”.

selain itu uu 32 difokuskan hanya pada penguatan kelembagaan sehingga ada dasar hukum yang jelas bagi pengelolaan kegiatan usaha yang berdampak pada lingkungan, dan jika dilihat sanksi yang diberikan kepada orang atau indivudu harus dipisahkan dari kelompok usaha atau perusahaan yang besar sehingga dapat terjadi perimbangan dalam keadilan antara rakyat biasa yang melakukan pelanggaran dan kelompok usaha atau perusahaan, dimana ketika dampak besar yang dari perusahaan merusak lingkungan tidak akan menyebabkan efek jera karena ada kompensasi jaminan perbaikan lingkungan yang sudah diberikan sebelum pengelolaan lngkungan, selain itu jumlah sanksi itu terbilang terlalu ringan bagi perusahaan dan terlalu berat bagi rakyat biasa sehingga tidak serta merta dapat digeneralisasi menjadi satu kesatuan.
dan terkadang pemerintah menjadi lemah dan takut kehilangan investor akibatnya demi peningkatan APBD izin itu diberikan dengan kemudahan yang disalahmanfaatkan oleh penerima izin usaha tadi.

pada uu no 41 tahun 1999 ini sudah jelas menggambarkan defenisi dari hutan secara keseluruhan dan memberikan Landasan hukum dapat membatasi dan mengatur penerapan penjatuhan sanksi bagi siapa saja yang melakukan pengerusakan dan pencemaran hutan. Dengan adanya aspek hukum pidana dalam bidang kehutanan ini setidaknya dapat meminimalisir adanya kerugian tersebut. Oleh karena itu makalah ini akan mengulas analisis aspek pidana dalam Undang-undang Kehutanan nomor 41 tahun 1999.
Kelemahan dari Undang-undang kehutanan ini
Adapun kelemahan dari undang-undang ini adalah :
1. belum mengatur perihal tindak pidana kehutanan yang melibatkan pegawai negeri, sehingga aturan hukum yang dipakai untuk menindak pelaku-pelaku khususnya pegawai negeri yang terlibat dalam kejahatan Kehutanan seperti penebangan liar (illegal logging) terutama yang menyangkut unsur-unsur korupsi masih terus mengacu pada undang-undang tentang pemberantasan korupsi ini.
2. Ternyata Undang-undang ini tidak mengatur tentang tindak pidana yang dilakukan oleh perusahaan atau korporasi sehingga memberi ruang bagi elit poliitik dan pengusaha untuk memanfaatkan keadaan ini untuk kelompoknya.
3. Adanya kesalahan koordinasi antara pihak hukum yang berwenang dalam melakukan penegakkan hukum dalam permalahan kehutanan ini akibat tidak diatur secara jelasnya pembatasan kewenangan masing-masing pihak. Serta masih banyak kelemahan lainnya.

dan uu memihak pengusaha dan tidak menggambarkan adanya tindakan hukum yang mampu menindak dengan tegas dan berat serta mamp[u memberikan efek jera kepada perusahaan sehingga dapat membatasi kegiatan yang sifatnya merusak hutan.

terima kasih bapa itu saja dari saya

pet rihi mengatakan...

Nama : Petrus Rihi

Nim : 1411030065

Terima kasih Pak atas materinya, pandangan saya tentang Klasifikasi dan Kriteria kawasan Konservasi dalam hubungan dengan Kawasan Konservasi di NTT.

Konservasi Sumberdaya alam adalah upaya dalam melindungi dan memelihara sumberdaya alam hayati maupaun non hayati yang dikelola secara bijaksana dan dimanfaatkan/digunakan secara efektif dan efisien pada saat ini sehingga memungkinkan ketersediaannya dimasa mendatang. Klasifikasi dan Kriteria kawasan konservasi merupakan kerangka yang menjelaskan status dan fungsi kawasan sebagai dasar usaha konservasi.

IUCN (International Union for Conservation of the Nature and Natural Resources atau sering disebut World Conservation Union) merupakan lembaga dunia yang mengurus konservasi dengan cara pengklasifikasian. Dalam pengklasifikasian ini perlu adanya upaya sosialisasi dan penyebarluasan informasi yang cukup kepada masyarakat yang berada/beraktivitas disekitar kawasan konservasi tersebut atau lebih baik kepada seluruh lapisan masyarakat maupun pemerintah di daerah mengenai mengapa kawasan tersebut perlu di konservasi serta pembagian kawasan. Persoalan yang selama ini menjadi konflik di masyarakat adalah penetapan batas kawasan sering menimbulkan konflik karena batas-batas hak milik atau kawasan bersama dan kepentingan masyarakat lokal cenderung diabaikan sehingga menyulut pertentangan di kalangan masyarakat. Di lain pihak pada saat reformasi dan otonomi berjalan masyarakat lokal sangat kuat dipengaruhi oleh pandangan dan kekuatan luar yang negatif bahwa semua kawasan adalah milik bersama. Dalam konteks Nusa Tenggara Timur, keberadaan kawasan konservasi seperti TNP Laut Sawu dimana laut merupukan kawasan open access bagi semua pihak yang melakukan aktivitas/mencari nafka untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kawasan ini sangat riskan terhadap kerusakan, dimana masyarakat melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkunagn seperti racun, bom, pukat harimau dan lain-lain, sehingga dalam penetapan klasifikasi dan kriteria kawasan konservasi, batas-batas kawasan konservasi dan biota/organisme yang di konservasi harus mendapat perhatian serius pemerintah dan stakeholders agar kawasan konservasi tidak mengalami kerusakan bahkan punah. Selain itu aspek penegakan hukum harus menjadi isu penting pengelolaan kawasan konservasi, tidak hanya dalam konsep tetapi harus nyata dan membumi dalam realitas, agar keberadaan potensi sumberdaya alam yang keanekaragamannya terbesar di dunia ini dapat memberikan manfaat untuk kesejahteraan rakyat.

pet rihi mengatakan...

Nama : Petrus Rihi

Nim : 1411030065

Komparasi UU no. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, UU no. 41 tahun 1999 tentang kehutanan dan UU no. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.


Konservasi Sumberdaya alam adalah upaya dalam melindungi dan memelihara sumberdaya alam hayati maupaun non hayati yang dikelola secara bijaksana dan dimanfaatkan/digunakan secara efektif dan efisien pada saat ini sehingga memungkinkan ketersediaannya dimasa mendatang.

Pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia didasarkan pada UU no. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, UU no. 41 tahun 1999 tentang kehutanan dan UU no. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup.

Menurut UU No. 5 tahun 1990, konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistem berasaskan pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya secara serasi dan seimbang. Tujuannya adalah mengusahakan terwujudnya kelestarian sumberdaya alam hayati keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan keseimbangan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan.

Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistem menjadi tanggung jawab pemerintah serta masyarakat. Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui beberapa kegiatan, yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan, pelestarian keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan, yang dimaksud dengan hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Undang-undang lebih mengatur konservasi alam di kawasan hutan negara yang meliputi perlindungan fungsi-fungsi penunjang kehidupan yang disediakan kawasan hutan. Berdasarkan fungsi-funsgsi penunjang tersebut maka pemerintah menetapkan hutan berdasarkan fungsi pokok, yaitu hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi.

1. Hutan Konservasi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

2. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan.

3. Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang diperuntukkan guna produksi hasil hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya serta pembangunan, industri, dan ekspor pada khususnya.

Sedangkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dimana meliputi:

1. Aspek Perencanaan yang dilakukan melalui inventarisasi lingkungan hidup, penetapan wilayah ekoregion dan penyusunan RPPLH (Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup).

2. Aspek Pemanfaatan Sumberdaya Alam yang dilakukan berdasarkan RPPLH, tetapi dalam undang-undang ini telah diatur bahwa jika suatu daerah belum menyusun RPPLH maka pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

3. Aspek pengendalian terhadap pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup yang meliputi pencegahan, penanggulangan dan pemulihan.

Dalam UU 32 tahun 2009 ini juga dimasukkan pengaturan beberapa instrumen pengendalian baru, antara lain: KLHS, tata ruang, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, AMDAL, UKL-UPL, perizinan, instrumen ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkungan hidup, analisis resiko lingkungan hidup, audit lingkungan hidup, dan instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan. Pemeliharaan lingkungan hidup yang dilakukan melalui upaya konservasi sumber daya alam, pencadangan sumber daya alam, dan/atau pelestarian fungsi atmosfer.

Anonim mengatakan...

Nama : Anita a. Olla
NIM : 1411030053
UU no 5/1990 bertitik berat pada pelestarian keanekaragaman hayati, baik keanekaragaman hayati hutan maupun bukan; baik di dalam kawasan hutan negara maupun di luarnya.
Sumberdaya alam merupakan karunia dan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia sebagai kekayaan yang tak ternilai harganya. Oleh karena itu sumber daya alam wajib dikelola secara bijaksana agar dapat dimanfaatkan secara berdaya guna, berhasil guna dan berkelanjutan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, baik generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Ketersediaan sumberdaya alam baik hayati maupun non-hayati sangat terbatas, oleh karena itu pemanfaatannya baik sebagai modal alam maupun komoditas harus dilakukan secara bijaksana sesuai dengan karakteristiknya.
Terbitnya Undang-Undang No. 5 Tahun 1990, merupakan tonggak sejarah pelestarian alam di Indonesia karena mengatur upaya Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya secara utuh dan menyeluruh, namun harus diperhatikan kembali oleh pihak pemerintah untuk menghindari ketidakmampuan menahan laju kerusakan hutan yang mengakibatkan telah terjadinya kehilangan, kematian dan kepunahan jenis tumbuhan dan satwa liar.
Dalam upaya meningkatkan kapasitas dan kapabilitas kebijakan konservasi diperlukan strategi sebagai berikut:
a. Meningkatkan peluang usaha dalam pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar
b. Pemberian peluang dan pemerataan pemanfaatan jenis kepada masyakat
c. Mengembangkan Ekoturisme berbasiskan satwa langka dan satwa penciri masing-masing wilayah.
d. Meningakatkan utilisasi yang lestari jenis daripada hanya eksploitasi dan proteksi
e. Meningkatkan kepastian hukum, sehingga peluang pemanfaatan jenis dapat dijamin dan pinalti/sanksi bagi pealku pelanggaran dapat diberikan.
f. Kerjasama terpadu antara pusat dan daerah (propinsi, kabupaten dan kota)
g. Pengembangan penelitian sehingga menyediakan informasi yang lengkap tentang keberadaan jenis, penyebaran, kelangkaan dan manfaatnya
h. Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan konservasi
i. Meningkatkan income masyarakat dari upaya budidaya jenis-jenis langka
j. Memberikan penghargaan bagi masyarakat yang melakukan upaya konservasi jenis dan mengembangkan sanksi social bagi yang memelihara jenis tumbuhan maupun satwa langka

Anonim mengatakan...

(lanjutan)
Nama : Anita a. Olla
NIM : 1411030053
Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 mendefinsikan hutan sebagai kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Sumber daya hutan dengan demikian tidak dilihat sebagai sekumpulan komoditi tetapi juga ekosistem yang unsur-unsurnya saling terkait.

Penyelenggaraan kehutanan disebutkan berasaskan pada manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan. Asas manfaat dan lestari dimaksudkan agar setiap pelaksanaan penyelenggaraan kehutanan memperhatikan keseimbang-an dan kelestarian unsur lingkungan, sosial-budaya dan ekonomi. Pengejawantahan asas itu kemudian dilakukan dengan mengalokasi-kan kawasan hutan sesuai fungsinya menjadi hutan lindung, hutan produksi, dan hutan konservasi. Secara khusus diatur pula tentang perlindungan hutan dan konservasi alam. Pengaturan ini dimaksud-kan untuk menjaga agar fungsi hutan tetap lestari. Oleh karena itu, Undang-Undang ini merinci berbagai perbuatan yang dianggap memberi kontribusi pada kerusakan fungsi hutan, menetapkan larangan-larangan serta mekanisme penegakan hukumnya.
Negara yang dalam hal ini ditafsirkan sebagai pemerintah memegang peran penting dalam penguasaan dan pengelolaan sumber daya hutan. Pasal 4 menyebutkan bahwa semua hutan termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Penguasaan hutan oleh negara memberikan wewenang kepada pemerintah (pusat) untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan; menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan; mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara orang dengan hutan serta perbuatan hukum mengenai kehutanan. Pengurusan hutan meliputi kegiatan perencanaan kehutanan, pengelolaan hutan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, penyuluhan kehutanan serta pengawasan. Dengan demikian, pemerintah berfungsi sebagai pengatur, pengalokasi, pemberi izin, perencana, pengelola, peneliti, pendidik, penyuluh sekaligus pengawas.

Pereduksian negara menjadi pemerintah dalam konteks hak menguasai sumber daya hutan bertentangan dengan UUPA. Hak menguasai negara menurut UUPA bisa dilimpahkan kepada daerah swatantra dan masyarakat hukum adat tertentu.
Dengan peran yang besar dari pemerintah itu maka paradigma pengelolan sumber daya alam yang berpusat pada negara (state-based forest management) tetap dipegang oleh undang-undang ini. Kalaupun masyarakat mendapat peran maka peran itu hanyalah pelengkap. Hal ini merupakan konsekuensi dari penerapan paradigma pengelolaan sumber daya alam oleh negara yang menempatkan pemerintah dalam posisi sentral dan menentukan. Sebaliknya, paradigma pengelolaan sumber daya alam oleh masyarakat (community-based forest management) menjadikan masyarakat sebagai pelaku utama dalam pengelolaan hutan, sedangkan pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator dan administrator untuk mendukung proses tersebut.


Anonim mengatakan...


(lanjutan)
Nama : Anita a. Olla
NIM : 1411030053
SMTR : III

(UU 32 tahun 2009)
Untuk pelestarian terhadap masalah lingkungan hidup sangat kompleks dan pemecahan masalahnya memerlukan perhatian yang bersifat komperehensif dan menjadi tanggung jawab pemerintah didukung pertisipasi masyarakat. Di Indonesia, pengelolaan lingkungan hidup harus berdasarkan pada dasar hukum yang jelas dan menyeluruh sehingga diperoleh suatu kepastian hukum
Keluarnya Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) No. 32 Tahun 2009 menggantikan Undang Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) tahun 1997 yang dianggap belum bisa menyelesaikan persoalan-persoalan lingkungan banyak mendapat apresiasi dan sebagai upaya yang serius dari pemerintah dalam menangani masalah-masalah pengelolaan lingkungan.
UU No 32 Tahun 2009, juga memasuhkan landasan filosofi tentang konsep pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dalam rangka pembangunan ekonomi. Ini penting dalam pembangunan ekonomi nasional karena persoalan lingkungan kedepan semakin komplek dan syarat dengan kepentingan investasi. Karenannya persoalan lingkungan adalah persoalan kita semua, baik pemerintah, dunia investasi maupun masyarakat pada umumnya (Siti Khotijah, 2009)
Tetapi bila dicermati lebih jauh, masih banyak hal-hal yang perlu dibenahi dalam UUPPLH tersebut, seperti dalam pasal 26 ayat (2) bahwa” pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip pemberian informasi yang transparan dan lengkap serta diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan”. Dalam pasal ini, tidak diikuti penjelasan seperti apa dan bagaimana bentuk informasi secara lengkap tersebut dan upaya hukum apa yang dapat dilakukan bila hal tersebut tidak dilakukan, begitupula dalam ayat (4) “masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen amdal” juga tidak di ikuti penjelasan sehingga dapat menimbulkan kerancuan dalam hal yang seperti apa masyarakat menolak dokumen tersebut, sehingga justru mereduksi hak-hak masyarakat dalam proses awal pembangunan. Padahal tingkat pengetahuan masyarakat dalam memahami undang-undang sangat kurang.

Unknown mengatakan...

trima kasih

Unknown mengatakan...

DJONIUS NENOBESI
NIM. 1411030057

Klasifikasi dan Kriteria Kawasan Konservasi menurut Sistem IUCN

Saya sangat senang dengan materi ini karena membuka wawasan kita untuk lebih mengerti tentang konservasi, klasifikasi dan kriteria kawasan konservasi.
Sesuai pengertiannya, konservasi merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh manusia untuk dapat melestarikan alam. Konservasi bisa disebut juga sebagai plestarian atau perlindungan dengan tujuan utamanya adalah untuk memelihara maupun melindungi sumberdaya alam yang ada agar tidah hancur, berubah atau punah. Konservasi sumberdaya alam hayati dapat dilakukan melalui kegiatan:1)Perlindungan sistem penyanggah kehidupan, 2) pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya serta 3) Pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati.

Konservasi mempunyai manfaat yang sangat penting terhadapat ekisistem diantaranya melindungi kekayaan ekosistem alam dan memelihara proses-proses ekologi maupun keseimbangan ekosistem secara berkelanjutan, melindungi flora dan fauna yang langka atau hampir punah, melindungi ekosistem yang indah, menarik dan juga unik, melindungi ekosistem dari kerusakan yang disebabkan oleh faktor alam, mikroorganisme serta menjaga kualitas lingkunban supaya tetap lestari.
Dari segi ekonomi, konservasi berfamfaat untuk mencegah kerugian yang diakibatkan oleh sistem penyanggah kehidupan misalnya kerusakan hutan lindung, DAS dan lain-lain.
Dengan memahami klasifikasi dan kriteria dari kawasan konservasi seperti menurut sistem IUCN, akan membantu kita untuk lebih memahami tentang kawasan-kawasan konservasi dengan kriteria penunjukannya masing-masing sehingga memudahkan kita dalam merencanakan / menentukan upaya-upaya konservasi yang dapat dilakukan untuk mempertahankan kelestariannya. NTT memiliki beberapa kawasan konservasi diantaranya,
a. Taman Nasional Kelimutu di Kab. Ende, KOmodo di Kab. Manggarai Barat (Labuan Bajo), Laiwanggi Wanggameti di Kab. Sumba Timut, Manupeu Tanah Baru di Sumba Barat, Perairan Laut Sawu.
b. Suaka Margasatwa : Kateri di kabupaten Belu, Harlu di Kupang, Danau Tuadale di Kab. Kupang, Perhati, Ale Aisio di Kab. TTS.
c. Cagar Alam : Mutis di Kab. TTS, Maubesi di Kab. TTU,Tambora di Ende, Walu Atu, di Kab. Ngada, Wai wull di Manggarai, Wolo Tado, Ngede Nalo Merah, Riung di Kab. Ngada
d. Taman Hutan Rakyat Prof. Ir. Herman Yohanes di Kab. Kupang
e. Taman Wisata Alam : Camplong, Taman Buru Bena, Taman Buru Pulau Ndana

Untuk mempertahankan kelestarian dari potensi sumberdaya alam yang ada di masing-masing kawasan tersebut agar bisa bermanfaaat secara maksimal dalam mensejahterahkan masyarakat sebagaimana diamanatkan dalan UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka harus ada perhatian penuh dari semua komponen baik pemerintah maupun masyarakat. Pengelolaan kawasan-kawasan konservasi ini perlu ditangani secara baik dengan terus memperhatikan kelestariannya agar dapat dinikmati juga oleh generasi mendatang.


Anonim mengatakan...

Nama : Martha Maria M. Benu
NIM : 1411030074

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya. Undang-undang ini mengatur semua aspek yang berkaitan dengan konservasi, baik ruang maupun sumber daya alamnya. Undang-undang ini bertujuan: Untuk mengatur perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya agar dapat menjamin pemanfaatannya bagi kesejahteraan masyarakat dan peningkatan mutu kehidupan manusia.
Pengertian konservasi menurut undang-undang ini adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Konservasi dilakukan melalui kegiatan : perlindungan sistem penyangga kehidupan; pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
UU No. 5 tahun 1990 dalam hal Desentralisasi kewenangan pengelolaan, yakni pengelolaan kawasan konservasi hanya menjadi kewenangan pemerintah pusat saja.

Undang – Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan memuat ketentuan mengenai konservasi di kawasan hutan. Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan: menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional; mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi, yang seimbang dan lestari; meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai; meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal; dan menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Undang-Undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.Undang-undang ini bertujuan untuk melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia; menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem; menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup; mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup; menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan; menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia;mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana; mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan mengantisipasi isu lingkungan global. UU no 32 juga memiliki landasan filosofi tentang konsep pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dalam rangka pembangunan ekonomi . Ini penting dalam pembangunan ekonomi nasional karena persoalan lingkungan kedepan semakin komplek dan syarat dengan kepentingan investasi.

Unknown mengatakan...

Komparasi/Perbandingan UU RI. No. 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU RI no. 5 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, UU RI No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan serta Paradigma Konsep Blue Economy

Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1990 menekankan pada pengelolaan sumberdaya alam hayati, mencakup sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan sumberdaya alam hewani (hewan). Konservasi sumberdaya alam hayati ini menjadi tanggung jawab dan kewajiban dari pemerintah dan masyarakat dan dilakukan melalui kegiatan Perlindungan sistem penyangga kehidupan, Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya serta Pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hati dan ekosistemnya. Dalam Bab VI pasal 26-28 dikatakan bahwa sumberdaya alam yang ada dapat dikelola dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, tetapi pemanfaatannya harus tetap menjaga kelestarian fungsi kawasan.

UU RI No. 41 Tahun 1999 Lebih difokuskan pada koonservasi hutan. Untuk menjaga terpenuhinya keseimbangan manfaat lingkungan, manfaat sosial budaya dan manfaat ekonomi, Pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dalam daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional. Sumber daya hutan mempunyai peran penting dalam penyediaan bahan baku industri, sumber pendapatan, menciptakan lapangan dan kesempatan kerja. Dalam Pasal 2 dikatakan bahwa Penyelenggaraan kehutanan berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan. Selanjutnya dalam Pasal 3 Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan.

PARADIGMA Pengelolaan kawasan konservasi lebih menekankan pada pengembangan ekonomi kelautan yang berwawasan lingkungan dengan memanfaatkan kawasan konservasi perairan demi kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan atau yang dikenal dengan Konsep Blue Economy. Hal ini menjadi penting karena negara kita merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah laus yang sangat luas dengan potensi yang cukup menjanjikan dan beranekaragam. Apabila potensi kelautan yang ada dikelola secara bijaksana dengan memperhatikan aspek kelestariannya maka akan dapat memberikan manfaat dan dampak positif bagi generasi sekarang maupun generasi yang akan datang.

UU RI No. 32 tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, menjadi payung hukum untuk pengelolaan lingkungan secara keseluruhan. Pengelolaan lingkungan yang dilakukan secara terpadu meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup. Semua kegiatan pengelolaan lingkungan wajib memiliki Amdal sebagai syarat yang harus dipenuhi dan sebagai wujud tanggung jawab dalam menjaga kelestarian lingkungan. Aspek pelestarian lingkungan hidup merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam pengelolaan lingkungan hidup agar tetap berkesinambungan sebagaimana yang dikatakan dalam pasal 1 poin 18 serta Bab II pasal 2.

Kesimpulannya :
Aspek Pelestrian merupakan syarat mutlak yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kawasan konservasi agar potensi sumberdaya alam yang ada tetap tersedia sepanjang masa dan dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat secara berkesinambungan.




bahan kuliah 2, MK Pengendalian Kebakaran dan Penggembalaan Liar, Prodihut, S1

Fakta Empirik Kebakaran dan Penggembalaan Liar di Indonesia  Musim kemarau panjang di Indonesia identik dengan masalah akut seputar...