KUPANG, KOMPAS.com — Kabupaten Sumba Timur di Provinsi Nusa Tenggara Timur berpotensi menjadi gurun akibat proses penghilangan vegetasi dan penurunan kelembaban tanah di wilayah timur Pulau Sumba itu. Demikian dikemukakan seorang peneliti ilmu kehutanan dari Universitas Nusa Cendana, Kupang, Dr L Michael Riwu Kaho, di Kupang, Kamis.
”Kami mengambil sampel penelitian pada Bukit Wairinding di Desa Pambota Jara, Kecamatan Pandawai, Sumba Timur. Daerah ini terletak pada ketinggian 100-200 meter di atas permukaan laut dengan formasi vegetasi asli adalah padang rumput savana,” katanya.
Riwu Kabo, yang merupakan dosen Fakultas Peternakan Undana Kupang, menguraikan, iklim di kawasan tersebut merupakan gambaran umum tipe iklim kering dan semikering atau berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Fergusson disebut iklim tipe E.
Proses penggurunan itu terjadi, katanya menjelaskan, karena hilangnya vegetasi dan penurunan kelembaban tanah. ”Kondisi ini sedang terjadi di Sumba Timur sehingga kemungkinan terjadinya proses penggurunan di wilayah timur Pulau Sumba itu bisa saja terjadi. Ini semua terjadi akibat aktivitas manusia yang juga dipengaruhi oleh variasi iklim,” katanya menjelaskan.
Menurut Riwu Kaho, bukti-bukti perubahan iklim global dan dampak lokal dimaksud tidak bisa terbantahkan lagi karena sudah melanda juga wilayah Sumba Timur. Ia menguraikan, jika dibandingkan dengan kondisi 50-100 tahun lalu, luas hutan di Sumba Timur saat ini tinggal 6 persen-7 persen saja.
”Ini sebuah kemunduran formasi vegetasi yang luar biasa. Dari aspek ini pun, gejala umum proses penggurunan patut diduga telah terjadi di Wairinding, Sumba Timur. Akan tetapi, bukti ini harus ditelusuri lebih jauh lagi,” ujarnya.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pihaknya pada 10 titik di sekitar perbukitan Wairinding sebagai sampling menunjukkan bahwa total areal basah yang tercakup oleh vegetasi tidak lebih dari 20 persen. Sebagian besar vegetasi adalah rumput jenis annual yang hanya tumbuh semusim, seperti rumput jenis fymbristilis sp dan eragrostis sp, katanya.
Riwu Kabo menambahkan, semua titik pengamatan menunjukkan, batuan induk telah berada pada bagian teratas profil tanah, sedang di lembah-lembah sekitar bukit Wairinding kedalaman lapisan tanah hasil erosi dan sedimentasi hanya mencapai 1 meter sampai 2 meter.
Profil tanah normal yang ada di wilayah tersebut menunjukkan bahwa serasah atau sisa-sisa tanah dan bahan organik tanah hasil dekomposisi serasah, horizon mineral berbahan organik tinggi sehingga berwarna agak gelap. ”Berbagai variabel yang ada menunjukkan bahwa proses penggurunan telah tampak di Wairinding, Sumba Timur,” ujarnya.
Ia menambahkan, proses penggurunan yang dramatis pernah terjadi di The Great Plain, Amerika Serikat, 1930-an. Proses penggurunan yang dramatis sebagai akibat dari adanya usaha peternakan yang berlebihan (overgrazing) yang terjadi bersamaan dengan pola mozaik iklim mikro dan kebakaran lahan yang masif merupakan penyebab utama perubahan sebagian The Great Plain menjadi gurun.
Ia mengemukakan, pola penggunaan lahan seperti yang terjadi di The Great Plain tampak jelas terjadi juga di Wairinding. ”Sulit untuk dihindarkan jika dikatakan bahwa proses penggurunan telah menampakkan wajahnya di Wairinding, Sumba Timur,” demikian Michael Riwu Kaho.
”Kami mengambil sampel penelitian pada Bukit Wairinding di Desa Pambota Jara, Kecamatan Pandawai, Sumba Timur. Daerah ini terletak pada ketinggian 100-200 meter di atas permukaan laut dengan formasi vegetasi asli adalah padang rumput savana,” katanya.
Riwu Kabo, yang merupakan dosen Fakultas Peternakan Undana Kupang, menguraikan, iklim di kawasan tersebut merupakan gambaran umum tipe iklim kering dan semikering atau berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Fergusson disebut iklim tipe E.
Proses penggurunan itu terjadi, katanya menjelaskan, karena hilangnya vegetasi dan penurunan kelembaban tanah. ”Kondisi ini sedang terjadi di Sumba Timur sehingga kemungkinan terjadinya proses penggurunan di wilayah timur Pulau Sumba itu bisa saja terjadi. Ini semua terjadi akibat aktivitas manusia yang juga dipengaruhi oleh variasi iklim,” katanya menjelaskan.
Menurut Riwu Kaho, bukti-bukti perubahan iklim global dan dampak lokal dimaksud tidak bisa terbantahkan lagi karena sudah melanda juga wilayah Sumba Timur. Ia menguraikan, jika dibandingkan dengan kondisi 50-100 tahun lalu, luas hutan di Sumba Timur saat ini tinggal 6 persen-7 persen saja.
”Ini sebuah kemunduran formasi vegetasi yang luar biasa. Dari aspek ini pun, gejala umum proses penggurunan patut diduga telah terjadi di Wairinding, Sumba Timur. Akan tetapi, bukti ini harus ditelusuri lebih jauh lagi,” ujarnya.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pihaknya pada 10 titik di sekitar perbukitan Wairinding sebagai sampling menunjukkan bahwa total areal basah yang tercakup oleh vegetasi tidak lebih dari 20 persen. Sebagian besar vegetasi adalah rumput jenis annual yang hanya tumbuh semusim, seperti rumput jenis fymbristilis sp dan eragrostis sp, katanya.
Riwu Kabo menambahkan, semua titik pengamatan menunjukkan, batuan induk telah berada pada bagian teratas profil tanah, sedang di lembah-lembah sekitar bukit Wairinding kedalaman lapisan tanah hasil erosi dan sedimentasi hanya mencapai 1 meter sampai 2 meter.
Profil tanah normal yang ada di wilayah tersebut menunjukkan bahwa serasah atau sisa-sisa tanah dan bahan organik tanah hasil dekomposisi serasah, horizon mineral berbahan organik tinggi sehingga berwarna agak gelap. ”Berbagai variabel yang ada menunjukkan bahwa proses penggurunan telah tampak di Wairinding, Sumba Timur,” ujarnya.
Ia menambahkan, proses penggurunan yang dramatis pernah terjadi di The Great Plain, Amerika Serikat, 1930-an. Proses penggurunan yang dramatis sebagai akibat dari adanya usaha peternakan yang berlebihan (overgrazing) yang terjadi bersamaan dengan pola mozaik iklim mikro dan kebakaran lahan yang masif merupakan penyebab utama perubahan sebagian The Great Plain menjadi gurun.
Ia mengemukakan, pola penggunaan lahan seperti yang terjadi di The Great Plain tampak jelas terjadi juga di Wairinding. ”Sulit untuk dihindarkan jika dikatakan bahwa proses penggurunan telah menampakkan wajahnya di Wairinding, Sumba Timur,” demikian Michael Riwu Kaho.
3 komentar:
Natural Resource (Sumberdaya alam/SDA) jika dilihat dari tahap perkembangannya, dapat dibedakan menjadi:
Potential Resources (Sumberdaya Potensial), adalah potensi sumberdaya alam yang terkandung/tersimpan pada suatu daerah/wilayah dan akan digunakan (cadangan) untuk masa yang akan datang. Contohnya, minyak bumi, mineral dan bahan tambang yang ada di India dan Amerika, yang sebenarnya tidak digunakan saat ini, tetapi dicadangkan untuk generasi mereka dimasa yang akan datang. Tapi sayang, sebagai negara pemakai energi terbesar di dunia, mereka mengambil gantinya pada negera-negara lain, termasuk Indonesia yang memiliki sumber-sumber energi fosil itu untuk keperluan energi mereka saat ini. Catatan: sebagainya imbalannya mereka seperti malaikat membiayai negara-negara penghasil SDA tersebut dengan banyak bantuan.
Actual Resources (Sumberdaya Aktual) adalah sumberdaya alam yang telah disurvei dan ditentukan kuantitas dan kualitasnya dan sedang/sementara digunakan saat ini. Misalnya pengolahan hasil hutan (kayu) dengan teknologi yang ada dan biaya yang sudah diperhitungkan. Atau juga misalnya sumberdaya perikanakan. Di NTT misalnya yang lagi hangat saat ini yaitu mangan. Bagian dari sumber daya aktual yang dapat dikembangkan dengan teknologi yang menguntungkan disebut juga cadangan.
Demikian jawaban singkat Kelompok Kami.
Regarts:
Noverius H. Nggili – Nim.0911030421
Jumini – Nim.0911030408
Ester Lenggu– Nim.0911030400
Bertha E.H.K. Toda– Nim.0911030392
Sumberdaya alam ialah suatu sumberdaya yang terbentuk karena kekuatan alamiah, misalnya tanah, air dan perairan, biotis, udara, ruang, mineral tentang alam (landscape), pnas bumi dan gas bumi , angina, pasang surut / arus laut.
Dalam perlembangannya dan untuk kepentingan pembangunan ekonomi sumber daya alam dibedakan:
1. Sumberdaya Potensial (Potential Resource) yaitu sumberdaya alam atau sesuatu yang terkandung didalam suatu daerah/wilayah yang digunakan sebagai cadangan untuk digunakan pada masa depan (yang akan datang). Sebagai contoh mineral, bahan tambang yang terdapat di dalam batuan sediment India yang belum diekploitasi dan merupakan cadangan sumber alam yang potensial pada masa yang akan datang.
2. Sumberdaya Aktual (Aktual Resource) adalah sumberdaya alam atau sesuatu yang telah disurvey, dihitung kuantitas (jumlah) dan kualitasnya (mutu) dan telah digunakan pada waktu sekarang. Sebagai contoh : minyak dan gas alam yang diperoleh dari Dataran Tinggi Bombay.sebagai pengembangan dari sumber daya aktual seperti pemrosesan kayu, tergantung pada teknologi dan biaya yang dikeluarkan. Bagian dari sumberdaya aktual yang dapat dikembangkan secara menguntungkan dengan teknologi yang ada disebut cadangan .
Sumberdaya alam yang tak dapat pulih seperti mineral, minyak bumi, gas bumi dan lain – lain seringkali merupakan sumberdaya yang sangat penting bagi Negara berkembang, sedangkan sumberdaya alam dapat pulih seringkali menjadi tulang punggung pembangunan Negara berkembang, misalnya hutan dan perikanan.
Demikian komentar singkat kelompok III PSAL.
1.Linda Haryadi (09 11 03 0410)
2.Metty Mansula (09 11 03 0414)
3.Mielyon E. Datty (09 11 03 0417)
4.Nahason Lazarus (09 11 03 0420)
5.Prinstony S. Bella(09 11 03 0427)
like this article..:)
Posting Komentar