Iklim dan Neraca Energi Global
A. IklimIklim adalah kondisi rata-rata cuaca berdasarkan waktu yang panjang untuk suatu lokasi di bumi atau planet lain. Studi tentang iklim dipelajari dalam klimatologi.
Iklim di suatu tempat di bumi dipengaruhi oleh letak geografis dan topografi tempat tersebut. Pengaruh posisi relatif matahari terhadap suatu tempat di bumi menimbulkan musim, suatu penciri yang membedakan iklim satu dari yang lain. Perbedaan iklim menghasilkan beberapa sistem klasifikasi iklim.
Klasifikasi iklim merupakan usaha untuk mengidentifikasi dan mencirikan perbedaan iklim yang terdapat di bumi. Akibat perbedaan latitudo (posisi relatif terhadap khatulistiwa, garis lintang), letak geografi, dan kondisi topografi, suatu tempat memiliki kekhasan iklim.
Klasifikasi iklim biasanya terkait dengan bioma atau provinsi floristik karena iklim mempengaruhi vegetasi asli yang tumbuh di suatu kawasan. Bioma secara iklim dan geografis berarti wilayah yang memiliki sifat geografis dan/atau iklim yang sama, seperti komunitas tumbuhan, hewan, organisme tanah, bakteri, dan virus;[1][2] sering juga disebut ekosistem. Beberapa bagian bumi memiliki jumlah makhluk hidup dan makhluk tak hidup dalam takaran yang berbeda, yang menjadi dasar pembagian bioma. Bioma juga ditentukan oleh stuktur tumbuhan (seperti pohon, semak, dan rerumputan), jenis daun, jarak antar tumbuhan, dan iklim. Berbeda dengan zona flora dan fauna, bioma tidak dibedakan menurut genetik, taksonomi, atau kesamaan sejarah.
Klasifikasi
Koeppen dan Geiger
Klasifikasi
Koeppen pertama kali diajukan oleh Wladimir
Köppen
(Jerman). Sistem ini lalu direvisi beberapa kali oleh Köppen sendiri.
Selanjutnya, bersama dengan Geiger, klasifikasi ini lalu diperbaiki.
Selain
berdasarkan parameter iklim (seperti suhu udara, presipitasi, dan radiasi surya harian), klasifikasi
ini juga mendasarkan pada tipe vegetasi suatu tempat.
Ada
lima kelompok iklim utama dalam klasifikasi ini, yang masing-masing lalu
dipilah lagi. Lima kelompok ini adalah
- Iklim A, iklim tropika basah
- Iklim B, iklim kering atau setengah kering
- Iklim C, iklim dengan variasi suhu tahunan yang jelas
- Iklim D, iklim sirkumpolar
- Iklim E, iklim kutub
Klasifikasi
Schmidt dan Ferguson
Klasifikasi
ini sangat populer di Indonesia dan beberapa negara tetangga yang memiliki
musim kering-musim hujan. Menyadari bahwa variasi iklim Indonesia sangat
beragam, Kementerian Perhubungan meminta kedua sarjana tersebut untuk membuat
suatu sistem klasifikasi yang cocok bagi keadaan Indonesia.
Terdapat
delapan kelompok iklim yang didasarkan pada nisbah bulan kering (BK) ke bulan
basah (BB), yang disimbolkan sebagai Q (dalam persen). Bulan kering
adalah bulan dengan presipitasi total di bawah 60 mm dan bulan basah adalah bulan dengan
presipitasi total di atas 100 mm.
Delapan
kelompok iklim menurut Schmidt dan Ferguson adalah
- Iklim A, Q < 14,3, daerah sangat basah, hutan hujan tropis;
- Iklim B, 14,3 =< Q < 33,3, daerah basah, hutan hujan tropis;
- Iklim C, 33,3 =< Q < 60,0, daerah agak basah, hutan rimba peluruh (daun gugur pada musim kemarau);
- Iklim D, 60,0 =< Q < 100,0, daerah sedang, hutan peluruh;
- Iklim E, 100,0 =< Q < 167,0, daerah agak kering, padang sabana;
- Iklim F, 167,0 =< Q < 300,0, daerah kering, padang sabana;
- Iklim G, 300,0 =< Q < 700,0, daerah sangat kering, padang ilalang;
- Iklim H, Q >= 700,0, daerah ekstrem kering, padang ilalang.
Klasifikasi iklim yang paling umum dikenal adalah klasifikasi Koeppen dan Geiger. Klasifikasi ini berlaku untuk seluruh dunia sehingga sering dirujuk untuk kajian-kajian geologis dan ekologi. Beberapa negara mengembangkan klasifikasi iklim sendiri untuk mengatasi variasi iklim tempatan yang beragam. Indonesia, misalnya, lebih sering menggunakan sistem klasifikasi Schmidt dan Ferguson (SF)[1], yang ternyata disukai untuk kajian-kajian kehutanan dan pertanian. Sistem SF didasarkan pada klasifikasi yang terlebih dahulu disusun oleh Mohr, namun diperhalus kriterianya.
Berdasarkan posisi relatif suatu tempat di bumi terhadap garis khatulistiwa dikenal kawasan-kawasan dengan kemiripan iklim secara umum akibat perbedaan dan pola perubahan suhu udara, yaitu kawasan tropika (23,5°LU-23,5°LS), subtropika (23,5°LU-40°LU dan 23°LS-40°LS), sedang (40°LU-66,5°LU dan 40°LS-66,5°LS), dan kutub (66,5°LU-90°LU dan 66,5°LS-90°LS).
B. Neraca Energi Global
Semua aspek dari sistem iklim di bumi
dengan unsur-unsurnya seperti angin, hujan, awan dan suhu adalah hasil
dari perpindahan dan perubahan energi antara permukaan bumi dan
atmosfir. Pertukaran energi
ini, yang membentuk dan mengendalikan iklim, adalah titik pusat pembahasan pada
bab ini. Seluruh proses dimulai waktu energi dari matahari mencapai
puncak atmosfir dalam bentuk energi radiasi. Energi ini diteruskan
ke bawah melalui atmosfir, berinteraksi dengan atmosfir dan sebagian dari
energi ini dipantulkan kembali ke ruang angkasa, beberapa diserap dan diubah
menjadi panas dan beberapa diteruskan menuju permukaan bumi.
Radiasi yang
menembus atmosfir dan diserap permukaan bumi dapat memanaskan permukaan bumi,
lalu menguapkan air, mencairkan salju dan memanaskan lapisan tanah di bawah
permukaan bumi. Energi yang telah diubah ini pada akhirnya kembali ke
atmosfir dan kembali ke ruang angkasa lagi dalam bentuk radiasi balik.
Keragaman dalam jumlah energi radiasi yang diterima dari matahari dan keragaman
dalam jumlah yang berinteraksi antara bumi dan atmosfir menciptakan perbedaan
dalam pertukaran energi secara waktu dan tempat dan hal ini yang merupakan
penyebab dari iklim.
Aliran Energi
Seluruh proses
dari pertukaran energi di dalam sistem bumi - atmosfir dapat diringkas dalam
sebuah aliran energi. Gambar ini menunjukkan jumlah dan
ragam yang begitu banyak dari bentuk energi yang mungkin ada dan kemampuan
sistem dalam menyimpan energi. Pertukaran energi berlangsung setiap saat
dan dalam skala waktu yang beragam.
Beberapa proses
pertukaran energi berlangsung cukup cepat sehingga tidak terlihat. Contoh
yang umum adalah pembentukan tebaran-tebaran awan pada siang hari padahal cuaca
pada pagi harinya cerah tidak berawan. Kejadian ini dapat diterangkan
sebagai berikut : sepanjang hari energi dari matahari digunakan untuk
memanaskan air dari permukaan bumi dan bagian dari energi yang digunakan untuk
menguapkan merupakan salah satu bentuk perpindahan energi. Dengan
pemanasan matahari udara ini akan naik, kekuatan dari proses gerakan ini
biasanya meningkat sepanjang pagi sehingga menjelang tengah hari ketinggian
dari udara yang naik sudah cukup untuk memaksa uap air berkondensasi dan
membentuk awan. Energi yang tersimpan dalam awan-awan ini adalah energi
potensial yang segera akan dilepas pada kondisi yang tepat untuk membentuk
hujan, jadi ini adalah proses penyimpanan energi dalam jangka waktu yang pendek. Proses penyimpanan
energi dalam jangka waktu yang lebih panjang adalah seperti pada saat kita
menggunakan batubara atau minyak bumi. Dalam hal ini kita menggunakan bentuk
akhir dari proses pertukaran energi yang mungkin memakan waktu jutaan
tahun. Energi radiasi matahari secara langsung digunakan untuk
pertumbuhan tanaman dan pembentukan jaringan-jaringan pada tubuh hewan yang
pada waktu tanaman dan hewan-hewan ini terkubur, energi tadi tersimpan dan
diubah menjadi batubara atau minyak bumi. Akhirnya, kita sekarang ini
menggunakan fosil energi radiasi untuk menciptakan panas.
Kesetimbangan Energi:
Kesetimbangfan
energi beramakna bahwa permukaan bumi kehilangan energi
sebanyak jumlah yang diterimanya. Kehilangan dan kemasukan energi juga berlaku untuk atmosfir dan untuk
planet bumi secara keseluruhan, sehingga ada keseimbangan radiasi yang dipertahankan
secara global dan tahunan. Tanpa keseimbangan ini akan terjadi perubahan
iklim yang sangat cepat.
Radiasi dibagi dalam 2 kategori yaitu radiasi surya
yang datang dalam bentuk gelombang pendek dan radiasi bumi yang pergi
dalam bentuk gelombang panjang. Pembagian yang mendasar antara
radiasi surya dan bumi didasarkan pada perbedaan sifat alamiah dan sifat
radiasi elektromagnetik dari masing-masing bentuk tersebut dan hal ini akan
dijelaskan kemudian. Pembagian ini tidak hanya merupakan penerapan yang
penting untuk sistem iklim di bumi ini, tetapi juga penting secara praktis
untuk pengamatan bumi dan atmosfirnya melalui satelit.
Dalam skala waktu
beberapa tahunan akan terjadi angka yang kira-kira sama antara jumlah radiasi
surya yang diterima dari matahari di puncak atmosfir dengan jumlah radiasi
gelombang panjang yang dilepas ke angkasa. Karena itu terjadi
keseimbangan radiasi secara global.
Keragaman kecil
akan terjadi dari tahun ke tahun, contohnya, sebagai akibat keragaman output
matahari. Akan tetapi keseimbangan harus dipertahankan jika iklim dalam
skala panjang dikehendaki stabil. Dapat dipastikan bahwa kehadiran dari
ketidak seimbangan meskipun kecil tetapi berlangsung untuk waktu yang lama akan
menyebabkan variasi iklim dan mungkin akan menjadi salah satu sebab dari perubahan
iklim.
Perbedaan Arus Energi Secara Lintang
Keseimbangan
energi yang terjadi adalah suatu gejala global. Tidak ada tempat atau
wilayah khusus yang secara individual berada dalam keseimbangan radiasi.
Justru ketidak seimbangan secara lokal yang menyebabkan terjadinya iklim
seperti yang telah kita ketahui.
Ketidak seimbangan
pada setiap lintang dengan mudah digambarkan dengan membandingkan nilai
rata-rata radiasi surya yang diserap dan radiasi infra merah yang dipancarkan
oleh sistem secara lintang. Jumlah dari energi radiasi yang diserap dipengaruhi
oleh jumlah total yang datang dan oleh albedo sehingga pada lintang tinggi
kehadiran es dan salju banyak mengurangi radiasi surya yang jumlahnya memang
sudah sedikit. Demikian juga meningkatnya albedo tepat di sebelah utara
ekuator yang disebabkan oleh banyaknya awan di daerah ini menyebabkan
berkurangnya radiasi surya yang diserap daerah ini.
Berlawanan dengan perbedaan yang besar
dari radiasi surya yang diserap antara di ekuator dan di kutub, hanya ada
sedikit perbedaan untuk radiasi gelombang panjang yang dipancarkan. Dari
hal ini dapat dikatakan bahwa perbedaan suhu antara ekuator dan kutub jauh
lebih kecil dibandingkan jika radiasi surya merupakan satu-satunya penyebab
perbedaan. Pada kenyataannya rata-rata kondisi iklim tahunan pada setiap lintang
jauh lebih menyenangkan dibanding jika setiap jika setiap daerah berada dalam
keadaan seimbang secara radiatif. Atmosfir bekerja sangat efisien untuk
menyebarkan kembali energi.
Lintang-lintang tropis didinginkan
dengan cara mengirimkan energi ke daerah lintang tengah dan tinggi yang
menyebabkan daerah-daerah ini mendapat energi dan menjadi lebih panas.
Penyebaran kembali energi adalah akibat langsung dari perbedaan suhu antara
kutub dan ekuator, dan perbedaan itu sendiri adalah sebab dari
ketidakseimbangan radiasi di setiap lintang.
Pengangkutan antar lintang dicapai
dengan perpindahan energi secara horizontal dengan menggunakan baik sirkulasi
atmosfir maupun sirkulasi laut. Seluruh proses ini bekerja dalam cara
yang sedemikian rupa sehingga seluruh sistem yang dikontrol oleh
ketidakseimbangan radiasi mencoba untuk mencapai keseimbangan.
Neraca Radiasi di Permukaan
Permukaan bumi
adalah lokasi dari perubahan energi yang terpenting dalam aliran energi secara
global yaitu penyerapan radiasi surya dan pemancaran radiasi infra merah.
Permukaan
bumi juga mengalami keseimbangan energi seperti pada rata-rata tahunan secara
global, jumlah energi yang mencapai permukaan sama dengan yang meninggalkannya.
Tetapi, di permukaan bumi tidak tepat untuk hanya berfikir dari segi arus
radiasi.
Di permukaan bumi, arus dari panas laten dan panas terasa
(yang tidak bersifat radiasi) harus disertakan, dengan demikian berarti bukan
keseimbangan radiasi di permukaan dalam arti sebenarnya. Untuk neraca radiasi
di permukaan bumi lebih bermanfaat untuk mempertimbangkan jumlah total radiasi
pada semua panjang gelombang yang diserap permukaan.
Dengan demikian radiasi
neto di permukaan digambarkan sebagai:
Q* =
K↓ - K↑ + L↓- L↑ = (1 -A)K↓+L↓ - εσ Ts4) (2.2)
dalam hal ini:
Q = radiasi neto
K = Arus gelombang
pendek
L = Arus gelombang
panjang
A = Albedo
permukaan
ε = Emisivitas
Bentuk yang
pertama dari persamaan menekankan bahwa radiasi neto adalah jumlah dari semua
arus, sementara bentuk yang kedua menekankan pada peranan karakteristik
permukaan (terutama albedo permukaan A dan emisivitas ε) dalam menentukan jumlah radiasi yang diserap.
Siklus harian Neraca Radiasi
di Permukaan
Dalam skala
harian, unsur gelombang pendek K adalah komponen dari radiasi neto Q* yang
paling bervariasi dalam jumlah. Komponen ini beragam sesuai (tergantung)
ketinggian lintang, musim dan waktu dalam hari. Komponen radiasi surya
neto hanya mengikuti bentuk komponen radiasi datang, besarnya keragaman
diperlemah oleh pengaruh albedo permukaan.
Radiasi gelombang
panjang yang datang lebih seragam. Jumlahnya yang tergantung pada suhu
dan kelembaban udara dibawahnya, akan berubah melalui pengaruh tertentu seperti
gerakan horizontal yang berkaitan dengan angin.
Radiasi neto
keseluruhan Q* nampaknya
mengikuti komponen neto gelombang pendek dengan agak erat, meskipun
hubungannya lebih erat pada hari yang tidak berawan (Gambar 2.11a), sehingga
tidak ada pola harian yang dapat diduga secara lengkap dari pertimbangan
komponen yang bersifat radiatif saja.
Kalau pergerakan
udara relatif kecil peningkatan radiasi gelombang panjang yang datang (L ↓) diharapkan terjadi pada siang hari bersamaan dengan
pemanasan atmosfir oleh serapan langsung energi surya dan oleh pemindahan panas
dari lapisan yang dibawahnya. Permukaan itu sendiri akan dipanaskan oleh
penyerapan radiasi dan jumlah gelombang panjang yang pergi (L↑ ).
Nilai maksimum
dari L↑ (yang bernilai
negatif karena itu terdapat lekukan pada Gambar 2.11a) akan tercapai lebih
lambat daripada waktu pencapaian maksimum (K↓-K↑) karena pemanasan akan terus terjadi sepanjang nilai radiasi neto positip.
Sepanjang malam, Q* cenderung
bernilai negatip. Hanya komponen gelombang panjang yang bekerja aktif
karena itu nilai Q* akan bergantung pada perbedaan suhu radiatif antara
atmosfir dan suhu permukaan. Dengan demikian ada kecenderungan
kehilangan gelombang panjang lebih besar pada malam yang tidak berawan
dibandingkan waktu awan menutup jendela
atmosfir.
Meskipun
temperatur permukaan menggambarkan pengaruh radiasi neto, masih ada aliran
energi lain yang mempengaruhi permukaan dan akhirnya merubah
temperaturnya. Dengan demikian untuk memahami bagaimana temperatur
permukaan bumi terbentuk dan bagaimana keragamannya secara tempat dan waktu,
harus dipertimbangkan hubungan antara energi dan temperatur dan neraca energi
di permukaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar